Kekerasan Terhadap Anak Bawah Umur di PPU Capai 9 Kasus
Kasat Reskrim Polres PPU, AKP Dian Kusnawan. (BerandaPost.com)

Kekerasan Terhadap Anak Bawah Umur di PPU Capai 9 Kasus

BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Penajam Paser Utara (PPU) menangani sembilan kasus sepanjang triwulan pertama tahun 2025. Kasus yang penegak hukum tangani itu masuk dalam kategori Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Kasat Reskrim Polres PPU AKP Dian Kusnawan, mewakili Kapolres PPU AKBP Andreas Alek Danantara menyampaikan bahwa kasus tersebut meliputi berbagai bentuk kekerasan terhadap anak.

“Untuk tahun 2025, khusus kasus yang berkaitan dengan PPA hingga Maret ini tercatat ada sembilan kasus,” ujar, Senin (28/4/2025).

Ia kemudian merinci bahwa kasus-kasus tersebut meliputi satu kasus pencabulan anak, lima kasus persetubuhan anak, lima kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), satu kasus membawa lari anak, dan satu kasus kekerasan seksual.

“Namun, untuk kategori PPA, kasus penganiayaan tidak kami masukkan. Jadi totalnya sembilan kasus,” jelasnya.

JUMLAH KASUS PPA MENURUN

Namun jumlah kasus kategori Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) menurun daripada tahun lalu.

“Tahun 2024, kami menangani 45 kasus PPA selama setahun. Jadi rata-rata per triwulan, angka tahun ini masih tergolong standar,” ungkapnya.

Ia juga memaparkan bahwa mayoritas pelaku merupakan orang dekat korban.

“Banyak yang bermodus pacaran, tapi mereka masih anak-anak bawah umur. Ada juga pelaku dari lingkungan sekitar, seperti tetangga, bahkan pernah juga tukang antar les,” bebernya.

PERAN ORANGTUA SANGAT KRUSIAL

Ia mengingatkan pentingnya peran orangtua dalam melindungi anak-anak, terutama dalam pengawasan lingkungan sosial dan penggunaan media digital.

“Kami mengimbau para orangtua agar lebih memantau pergaulan anak-anak, terutama pada media sosial, dan jangan sembarangan menitipkan anak kepada orang lain,” tegasnya.

Polres PPU juga terus bersinergi dengan UPTD PPA, Dinas Sosial, serta pihak kelurahan, desa, dan sekolah dalam menggelar sosialisasi secara rutin.

“Kolaborasi ini sangat penting, karena dalam penanganan kasus anak, baik sebagai korban maupun pelaku, kami memerlukan dukungan pendampingan dan trauma healing dari pihak terkait,” pungkasnya. (bro2)