BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor, menyoroti berbagai dampak sosial yang muncul seiring pesatnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pemerintah Kabupaten PPU kini menggencarkan penertiban terhadap aktivitas yang melanggar norma sosial. Terutama prostitusi online yang marak dalam Kecamatan Sepaku, wilayah pengembangan IKN.
Mudyat Noor menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak berpangku tangan menghadapi fenomena sosial tersebut. Ia menyatakan bahwa pembangunan IKN memang membawa dampak ekonomi dan mobilitas luar biasa. Akan tetapi juga membutuhkan analisis dampak sosial yang terintegrasi.
“Pembangunan IKN ini sangat luar biasa, membawa perputaran ekonomi dan mendatangkan banyak tenaga kerja dari seluruh Indonesia. Tapi untuk sisi lain, kita juga harus menaruh perhatian serius terhadap dampak sosial yang muncul. Ini perlu kita tangani secara bersama-sama,” ujar Mudyat Noor, Rabu (23/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa Pemkab PPU, melalui Satpol PP dan OPD teknis terkait, terus melaksanakan penertiban. Termasuk menjalin koordinasi lintas sektor bersama TNI, Polri, serta Otorita IKN.
“Kita sedang gencar-gencarnya melakukan penertiban, khususnya dalam wilayah Sepaku. Tapi tentu kami harapkan dukungan penuh dari OIKN agar penanganannya lebih maksimal,” ucapnya.
Menurut Mudyat, perubahan sosial yang terjadi merupakan dinamika wajar dari proyek sebesar IKN. Namun, ia menekankan pentingnya pembagian peran secara seimbang antara pemerintah pusat, otorita, dan daerah.
Ia menyebut bahwa PPU mengalami lonjakan aktivitas sehingga warga lokal harus beradaptasi dengan budaya luar yang masuk dan menjadi tantangan bersama.
Namun, ia menegaskan agar tidak membebankan tanggung jawab sosial kepada pemerintah kabupaten saja. Ia meminta adanya koordinasi dan pembagian peran yang jelas.
“Dulu warga PPU tidak mengenal aplikasi seperti Michat (aplikasi untuk aktivitas prostitusi). Sekarang warga Sepaku kenal Michat,” ungkapnya.
BUTUH POLA SINERGI KONKRET
Mudyat juga menyoroti sejumlah persoalan seperti penggunaan infrastruktur lingkungan, penyewaan rumah warga oleh pekerja proyek, dan ketidakterdataan tenaga kerja IKN oleh Disnakertrans PPU yang perlu mendapat pembahasan secara terbuka.
Meski begitu, ia tetap optimistis bahwa komunikasi intensif dan komitmen bersama antara Pemkab PPU dan OIKN dapat menjadikan penanganan sosial untuk wilayah penyangga IKN lebih terarah dan solutif.
“Jalan lingkungan rusak karena lalu lintas alat berat, mobil operasional perusahaan, warga menerima dampak langsung, sementara saat kami minta dukungan perbaikan, pembahasannya kembali ke Undang-Undang IKN. Harusnya ada pola sinergi yang lebih konkret,” imbuh Mudyat.
Komentar