BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informartika (Kominfo) telah mengidentifikasi total 12.654 isu hoaks sejak periode Agustus 2018 sampai 24 Januari 2024. Penyebaran konten hoaks tersebut disebarluaskan melalui berbagai platform termasuk media sosial seperti Facebook, TikTok, Instagram hingga X (dulu Twitter).
Temuan tersebut terdiri dari 2.367 isu hoaks terkait kesehatan, 2.229 isu hoaks penipuan, 2.221 isu hoaks pemerintahan, 1.659 isu hoaks politik, 729 isu hoaks internasional, 642 isu hoaks kejahatan, 569 isu hoaks kebencanaan, 490 isu hoaks pencemaran nama baik, 348 isu hoaks keagamaan, 229 isu hoaks mitos, 71 isu hoaks perdagangan, 69 isu hoaks pendidikan, dan 1.031 soal isu hoaks lain.
Berdasarkan data penanganan sebaran isu hoaks Kementerian Kominfo, media sosial Facebook, X, dan Instagram menjadi tiga platform teratas sebagai sumber sebaran isu hoaks dan ujaran kebencian.
Menghadapi pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Kementerian Kominfo ingin adanya pemahaman yang sama dari berbagai pihak untuk meredam laju peredaran hoaks, disinformasi, misinformasi, dan malainformasi.
“Seluruh platform media sosial memiliki persepsi yang sama dan telah menyatakan kesiapan guna menyukseskan Pemilu Damai 2024,” kata Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria seperti dilansir dari rilis Kominfo, Selasa (30/1/2024).
Kementerian Kominfo melibatkan penyelenggara platform media sosial seperti Google, Facebook, TikTok, dan Instagram untuk mengantisipasi penyebaran hoaks.
“Jadi, kita punya satu jaringan koordinasi dengan semua platform-platform ini walaupun mereka punya satu mekanisme sendiri untuk mengantisipasi penyebaran hoaks,” ungkapnya.
Menurut Nezar, penyelenggara platform digital bergerak lebih dulu mengantisipasi hoaks yang menyebar dalam platform melalui saluran aduan sesuai dengan panduan komunitas (community guidelines) masing-masing.
“Di lini pertama, mereka proaktif untuk melakukan pengawasan. Lini kedua, pengawasan yang lebih luas lagi dari masyarakat yang melibatkan misalnya ada KPU, Bawaslu dan lain sebagainya. Sedangkan lini ke tiga, bersama-sama bersepakat konten yang mengandung fitnah yang bisa memecah belah bangsa harus diredam dengan satu kerja sama yang lebih luas,” jelasnya.
Pemilik akun media sosial disebut paling rentan terpapar penyebaran konten negatif. Pasalnya, mereka adalah konsumen yang juga bisa menjadi produsen informasi.
“Tidak ada proses gate keeping, seleksi informasi, maupun proses verifikasi informasi di situ, jadi menyebar begitu saja,” ujarnya.
Kominfo telah melibatkan beragam pemangku kepentingan untuk meredam laju peredaran informasi terkait hoaks, disinformasi, misinformasi, dan malinformasi sejak enam bulan sebelum Pemilu.
“Kita lakukan karena kita tahu bahwa peredaran informasi berada dalam satu ekosistem. Nah, jadi kita berbincang dengan media-media arus utama di berbagai platform baik cetak maupun televisi, online, dan juga radio,” pungkasnya. (*/bro2)