BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SDN 014 Nipah-Nipah, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), memicu polemik.
Sebanyak 11 calon murid yang tinggal sekitar sekolah tidak terakomodir dalam penerimaan tahun ajaran 2025/2026. Ironisnya, salah satu dari mereka adalah cucu ahli waris yang mewakafkan tanah untuk pembangunan sekolah tersebut.
Seorang warga, Ardiansyah, menyampaikan kekecewaannya karena anaknya menjadi bagian dari 11 anak yang tidak lolos. Meskipun sudah masuk dalam jalur zonasi.
Ia mengaku bahwa jarak rumahnya ke sekolah cukup dekat. Seharusnya masuk dalam ketentuan wilayah RT yang terakomodir dalam jalur zonasi SPMB SDN 014 Nipah-Nipah.
“Kami dari wilayah ini, tetapi anak-anak kami tidak masuk sistem. Sementara malah menerima anak dari luar zona,” ungkapnya.
Ia juga mengikuti mediasi antara pihak sekolah dan warga di SDN 014, Jalan Propinsi, Kilometer 7, Nipah-Nipah, Kecamatan Penajam, PPU, pada Jumat (4/7/2025).
Ardiansyah menilai kebijakan pembatasan kuota sebanyak 28 siswa per rombongan belajar (rombel) tidak adil. Menurutnya, ketidakadilan itu karena menerapkan tanpa mempertimbangkan jumlah anak usia sekolah yang tinggal pada wilayah sekitar.
“Harusnya ada pendataan dulu berapa anak pada wilayah ini. Jangan menyamaratakan semua sekolah,” tegasnya.
TIDAK ADA PILIHAN LAIN
Ardiansyah menyebutkan bahwa sudah tidak ada pilihan lain karena sekolah terdekat, seperti SDN 038, sudah penuh. Sementara sekolah lain, seperti dalam Kelurahan Kampung Baru, terlalu jauh untuk anak-anak kecil. Ia bahkan khawatir jika bersekolah terlalu jauh, itu akan berdampak pada psikologis anaknya.
“Karena anak saya tidak kenal siapa-siapa, tidak ada temannya. Gurunya asing, dan jauh dari orang tuanya. Padahal anak seumur mereka masih butuh pendampingan dari orang tua,” katanya.
Ardiansyah menambahkan bahwa jika anaknya tidak bersekolah tahun ini, ia khawatir anaknya akan semakin terpengaruh oleh informasi tidak berfaedah dari kebiasaan bermain gadget tanpa kontrol orang tua, serta tumbuh tanpa banyak bersosialisasi dengan anak seusianya.
“Sementara kalau tidak sekolah selama satu tahun dan dalam rumah terus, bisa-bisa cuma main HP. Saya harus kerja, siapa yang bisa dampingi untuk belajarnya?” ujarnya.
Seluruh orangtua yang hadir dalam mediasi berharap agar pihak sekolah dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) PPU segera memberikan solusi agar anak-anak yang berada dalam zonasi tetap bisa bersekolah. (bro3)