BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Pemerintah resmi menetapkan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2025 tentang perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 mengenai tata kelola pupuk bersubsidi. Kebijakan ini menjadi bagian reformasi subsidi pupuk untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Regulasi tersebut menghadirkan kerangka kebijakan yang lebih adaptif. Pemerintah mendorong efisiensi, penguatan rantai pasok bahan baku, serta modernisasi industri pupuk nasional.
Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Yehezkiel Adiperwira, menyatakan pihaknya menyambut implementasi Perpres 113/2025. Menurutnya, regulasi ini memperkuat arah transformasi perusahaan.
“Perpres 113/2025 mempertegas agenda transformasi yang selama ini telah kami jalankan,” ujar Yehezkiel dalam rilisnya, Sabtu (20/12/2025).
Ia menjelaskan, sebagian besar fasilitas produksi Pupuk Indonesia telah berusia hampir 50 tahun. Kondisi tersebut membuat konsumsi gas jauh lebih tinggi daripada standar global.
Sebagai contoh, Pupuk Iskandar Muda membutuhkan sekitar 54 MMBTU gas untuk memproduksi satu ton urea. Standar dunia hanya berada pada kisaran 23–25 MMBTU per ton.
Kondisi ini berdampak pada tingginya biaya produksi pupuk bersubsidi. Sebelumnya, perhitungan biaya tersebut melalui skema subsidi cost plus dan menagihkannya ke pemerintah.
“Melalui Perpres 113/2025, skema cost plus ditinggalkan. Subsidi kini menggunakan mekanisme marked-to-market,” jelas Yehezkiel.
Skema baru tersebut mendorong efisiensi dan disiplin biaya pada tingkat produsen. Sisi lain, harga pupuk bagi petani tetap terjaga melalui kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Yehezkiel menyebut regulasi ini menjadi titik keseimbangan antara keterjangkauan pupuk dan keberlanjutan industri. Produsen agar meningkatkan efisiensi dalam jangka panjang.
EFISIENSI PRODUKSI PUPUK
Sebelumnya, BPK mencatat tantangan efisiensi produksi pupuk bersubsidi dalam IHPS I 2025. Temuan tersebut mencakup periode pemeriksaan 2022 hingga Semester I 2024.
Selain perubahan kebijakan, Pupuk Indonesia juga menyiapkan langkah internal. Upaya tersebut meliputi optimalisasi operasi pabrik, rekonfigurasi proses, serta pengamanan kontrak bahan baku jangka panjang.
Perusahaan juga menjalankan program revamping untuk pabrik-pabrik tua. Langkah ini bertujuan untuk menekan konsumsi energi dan biaya produksi.
Dalam skema baru, pembayaran subsidi bahan baku dilakukan sebelum pengadaan. Mekanisme ini menurunkan beban bunga pembiayaan modal kerja.
“Fokus kami memastikan pupuk tersedia tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau bagi petani,” tutup Yehezkiel. (bro2)



