BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Polresta Balikpapan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang marak melalui media sosial. Bahkan dua kasus terungkap sepanjang 2025.
Wakil Kepala Polresta Balikpapan, AKBP Hendrik Eka Bahalwan, menyampaikan hal itu saat Supervisi dan Sosialisasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, Mapolresta Balikpapan, Rabu (12/11/2025).
Hadir Ketua Tim Gugus Tugas TPPO, Brigjen Pol Puji Santoso, yang juga menjabat Karo Renmin Asisten Kapolri Bidang Operasi (Asops Polri).
AKBP Hendrik menjelaskan, dua kasus TPPO tersebut memiliki modus berbeda. Salah satu pelaku menjual pacarnya sendiri, sedangkan kasus lainnya menggunakan jaringan yang menargetkan anak di bawah umur.
“Modus pelaku umumnya memakai media sosial seperti Michat, Instagram, WhatsApp, dan Telegram. Sekitar 72,8 persen praktik TPPO menggunakan media sosial sebagai sarana perekrutan,” ujarnya.
Ia menilai, posisi strategis Balikpapan sebagai kota jasa dan pintu gerbang menuju Ibu Kota Nusantara (IKN) membuat wilayah ini rawan TPPO. Dengan penduduk sekitar 764 ribu jiwa serta tambahan 30 ribu warga nonpermanen karena proyek RDMP Pertamina, mobilitas tinggi masyarakat memicu kerawanan sosial.
“Balikpapan Selatan dan Tengah rawan karena ada kawasan hiburan dan perdagangan. Sedangkan Balikpapan Barat dan Timur berisiko karena memiliki akses ke lintas provinsi dan kawasan wisata alam,” jelasnya.
Untuk mencegah TPPO, Polresta Balikpapan memperkuat kerja sama dengan pemerintah kota dan lembaga vertikal. Termasuk membentuk Satgas TPPO sejak Juni 2025.
POLDA KALTIM SUMBANG 20 LAPORAN TPPO
Dalam kesempatan itu, Brigjen Pol Puji Santoso mencatat, hingga November 2025 terdapat 364 laporan TPPO nasional dengan 478 tersangka. Dari jumlah itu, Polda Kaltim menyumbang 20 laporan, mayoritas melibatkan tersangka berperan sebagai mucikari.
“Dalam penanganan TPPO, Polda Kaltim berada pada peringkat ketujuh nasional. Ini menunjukkan perhatian dan kerja nyata yang tinggi dari wilayah ini,” kata Brigjen Puji.
Ia menjelaskan, kegiatan supervisi bertujuan memperkuat pemahaman peraturan baru Gugus Tugas TPPO serta meningkatkan kapasitas aparat dan instansi terkait dalam pencegahan, penegakan hukum, dan perlindungan korban.
“Sinergi lintas sektor menjadi kunci utama. Kami berharap Polri, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan dapat bergerak bersama memerangi perdagangan orang yang mencederai martabat kemanusiaan,” tegasnya. (bro2)


