Guru Penggerak sebagai Agen Perubahan

Guru Penggerak sebagai Agen Perubahan

Penulis: Shinta Anggraini, M.Pd

NAMA saya Shinta Anggraini, M.Pd yang merupakan Guru Penggerak Angkatan 1 dan Pengajar Praktik Angkatan 8. Saya juga pencipta Mars Guru Penggerak Kabupaten Penajam Paser Utara, sekaligus sebagai Ketua KKG Gugus 1 Kecamatan Penajam.

Saat ini saya bertugas sebagai Guru di TK Negeri Pembina Penajam yang terletak di Jalan Muhammad Kasim RT 01 Kelurahan Nipah-nipah.

Berikut ini lirik Mars Guru Penggerak yang diciptakan:

“Kami Guru Penggerak Benuo Taka
Guru Penggerak Penajam Paser Utara
Siap mengemban amanah untuk negara
Mendidik generasi anak bangsa

Menjadi pendidik agen perubahan
Ciptakan kelas yang Merdeka Belajar
Semangat slalu untuk tujuan pendidikan
Mencerdaskan kehidupan bangsa

Inovasi, kolaborasi, jadilah insiprasi
Mari bersama kuatkan hati
Wujudkan Profil Pelajar Pancasila
Tergerak, bergerak menjadi penggerak Kobarkan semangat dalam jiwa
Tergerak, bergerak menjadi penggerak untuk pendidikan Indonesia”

Pemerintah dalam hal ini sudah sangat maksimal dalam mencetuskan dan menjalankan Program Pendidikan Guru Penggerak. Para calon dari beberapa angkatan harus menjalani pendidikan selama enam bulan untuk bisa menyandang gelar Guru Penggerak.

Berbeda dengan saya sewaktu Angkatan 1. Mengikuti Pendidikan Guru Penggerak di tahun 2020 selama 9 bulan lamanya.

Meskipun demikian, selama Pendidikan Guru Penggerak, para calon dituntut untuk dapat menyelesaikan berbagai tugasnya di LMS maupun bersama fasilitator dan instruktur melalui ruang maya atau virtual.

Tidak hanya itu. Bahkan setiap bulannnya, mulai dari awal harus mengikuti lokakarya bersama pengajar praktik di angkatan yang sedang berjalan. Mulai dari lokakarya orientasi, sampai tibalah saatnya Panen Hasil Belajar.

Sebagai Calon Guru Penggerak, pada proses pendidikannya dituntut untuk mampu memanajemen waktu dengan sebaik-baiknya dan bisa bersikap profesional. Sehingga proses pendidikan dapat berjalan dengan baik dan maksimal.

Tidak hanya menjadi penggerak dan role model di satuan pendidikan, para Guru Penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan sebagai agen perubahan harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan di kelas dan menghamba kepada murid.

Guru Penggerak diharapkan dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Diharapkan juga mampu menjalankan peran menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi pelatih bagi guru lain, berkolaborasi antarguru, serta mewujudkan kepemimpinan peserta didik.

Selain itu, Guru Penggerak dituntut mampu menjadi Penggerak dan role model di satuan pendidikan terlebih dahulu. Kemudian setelah mampu menjadi agen perubahan di sekolahnya, juga tidak menutupkemungkinan bahwa guru Penggerak bisa menggerakkan komunitas antarsekolah menjadi pengurus KKG.

Bahkan sebagai Penggerak Komunitas Belajar antarsekolah yang tujuannya membahas terkait implementasi Kurikulum Merdeka serta hal-hal lain yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan para guru.

Dalam komunitas tersebut, para guru diberi kesempatan untuk berbagi praktik yang sudah dia terapkan di sekolahnya dan bisa berdampak kepada murid. Tentu saja dalam hal ini guru dituntut untuk memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, sosial, dan profesional.

Pendidikan sejatinya merupakan ujung tombak peradaban sebuah bangsa dan di tengah era yang penuh dinamika, guru sebagai motor pendidikan dituntut untuk terus adaptif dan dinamis terhadap perubahan.

Kekuatan seorang guru bukan karena berkompetisi tapi karena berkolaborasi. Karena sejatinya belajar merupakan sebuah kebutuhan, maka guru dituntut untuk terus belajar. Jika guru berhenti belajar, maka berhentilah menjadi pengajar.

Tetaplah belajar dan berkarya untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna dan jadilah pembelajar sepanjang hayat.

Jadilah Guru Penggerak yang inovatif, kreatif, inspiratif dan kolaboratif dan mampu menjadi agen perubahan untuk kemajuan pendidikan.

Guru Penggerak, Tergerak, Bergerak, Menggerakkan!

Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak

Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak

Oleh: *Andi Murni Ratna
Ketua Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia Cabang Kaltim

BULAN ini saya tertarik untuk menulis kasus-kasus perpajakan, keberatan pajak, banding pajak dan pada minggu ini saya tertarik untuk menulis kuasa hukum perpajakan dan pengadilan pajak. Hal tersebut merupakan kesatuan yang kita harus ketahui bersama agar saat kita ingin menempuh proses perpajakan yang lebih tinggi tingkatannya tidak salah langkah.

Sebelum membahas mengenai apa itu kuasa hukum perpajakan, bagaimana menjadi kuasa hukum perpajakan, terlebih dahulu kita membahas mengenai pengadilan pajak.

Sama halnya seperti pengadilan umum pidana dan perdata, perpajakan pun ada wadah bagi wajib pajak untuk mencari keadilan yang dirasa belum didapat pada proses sebelumnya.

Untuk ini, pada bagian awal kita membahas mengenai pengertian dari pengadilan pajak itu sendiri. Pengadilan pajak adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi masyarakat atau wajib pajak yang ingin menyelesaikan sengketa perpajakan.

Sengketa perpajakan sendiri dipahami sebagai perselisihan yang timbul di bidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, pemerintah secara sah telah membentuk pengadilan pajak sebagai badan peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Seiring dengan hal itu, pemerintah mencabut pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

Pembentukan pengadilan pajak tentu memiliki tujuan yang secara garis besar adalah memberikan fasilitas kepada masyarakat, utamanya para wajib pajak dalam mencari keadilan terkait dengan perselisihan atau sengketa perpajakan melalui prosedur yang cepat, sederhana, dan berbiaya murah.

Sebagai lembaga peradilan yang bertugas memeriksa dan memutus perkara perpajakan, pengadilan pajak memiliki kewenangan dan kekuasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 31, 32, dan 33 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.

Berikut kewenangan dan kekuasan dari pengadilan pajak:

  • Tugas dan wewenang pengadilan pajak adalah memeriksa dan memutusa sengketa pajak.
  • Dalam hal banding, pengadilan pajak hanya berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Dalam hal gugatan, pengadilan pajak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah beberapa kali diubah, di mana yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  • Tugas dan kewenangan pengadilan pajak juga terkait dengan pengawasan terhadap kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang pengadilan pajak, yang mana pengawasannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Ketua Pengadilan Pajak.
  • Sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir, keputusan pengadilan pajak bersifat final. Artinya, putusan pengadilan pajak atas sengketa pajak tidak dapat diajukan gugatan ke peradilan umum.
  • Pengadilan pajak memiliki kuasa untuk memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga guna keperluan pemeriksaan sengketa pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagian dari kita mungkin belum mengetahui dimana sih Kedudukan pengadilan pajak itu berada, yaitu di wilayah DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, tepatnya di Jalan Hayam Wuruk Nomor 7 Jakarta Pusat.

Di dalam pengadilan pajak juga memiliki struktur organisasi, yaitu pengadilan pajak berada di bawah naungan Mahkamah Agung dan Kementerian Keuangan. Mahkamah Agung berwenang memberikan pembinaan teknis sehingga menjadikan pengadilan pajak menjadi salah satu lembaga yudikatif di Indonesia.

Sementara, Kementerian Keuangan berwenang memberikan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan terhadap pengadilan pajak.

Dalam struktur organisasinya, pengadilan pajak terdiri dari pimpinan, hakim anggota, dan sekretaris yang sekaligus merangkap menjadi panitera.

JENIS GUGATAN DALAM PENGADILAN PAJAK

Sesuai dengan kewenangan dan kekuasaannya, pengadilan pajak hanya bisa memeriksa dan memutus sengketa pajak. Ada dua jenis gugatan yang bisa diajukan dan diterima pengadilan pajak.

  • Tuntutan atau gugatan oleh negara kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Dalam jenis gugatan ini, proses persidangan penagihan pajak hanya bisa dilakukan setelah adanya peneguran dan peringatan. Jika wajib pajak atau tergugat terbukti lalai dari kewajibannya, maka pengadilan memiliki otoritas untuk menyita dan melelang asetnya.
  • Gugatan yang diajukan oleh wajib pajak atas proses penagihan pajak yang dialaminya. Misalnya proses penagihan pajak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau adanya penyitaan aset tanpa disertai dengan peringatan terlebih dahulu.

TATA CARA MENGAJUKAN GUGATAN

Pengajuan gugatan oleh wajib pajak atas proses perpajakan harus dilakukan dengan melayangkan surat gugatan berbahasa Indonesia kepada pengadilan pajak. Dalam pengajuan surat gugatan tersebut harus disertai dengan salinan putusan yang dikeluarkan oleh tergugat, data dan bukti pendukung lainnya, serta surat kuasa bermaterai jika penggugat diwakili oleh kuasa hukum.

Jika dalam proses gugatan, penggugat meninggal dunia, pailit, atau perusahaannya dilikuidasi, maka surat gugatan dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Adapun tahapan dalam persidangan pajak sebagai berikut:

  • Diawali dengan penyampaian surat gugatan, uraian gugatan, dan surat bantahan antara wajib pajak sebagai penggugat dengan pihak yang tergugat.
  • Penggugat memiliki kesempatan untuk menjelaskan secara lisan dan memaparkan bukti terkait dengan sengketa pajak.
  • Penggugat diperkenankan untuk menghadirkan saksi yang memenuhi kriteria.
  • Penggugat berhak hadir dalam sidang pembacaan putusan.

Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak.

Setiap orang perseorangan yang akan menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak, harus memiliki izin kuasa hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.

Untuk memperoleh izin kuasa hukum, orang perseorangan harus memenuhi persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak dan menyampaikan permohonan kepada Ketua melalui Sekretariat Pengadilan Pajak.

Dengan diberlakukannya PMK 184/2017 dan Per Ketua PP 01/2018, Permohonan perpanjangan Izin Kuasa Hukum (untuk IKH yang terbit sebelum 5 Juni 2018 sesuai peraturan sebelumnya) dianggap sebagai permohonan baru dengan mengikuti persyaratan yang tertuang di dalam PMK 184/2017 dan Per Ketua PP 01/2018.

Formulir terkait Izin Kuasa Hukum:

  1. Format Surat Permohonan Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan (Lampiran I PER-01/PP/2018)
  2. Format Surat Permohonan Izin Kuasa Hukum Bidang Kepabeanan dan Cukai (Lampiran II PER-01/PP/2018)
  3. Format Surat Pemohonan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum (Lampiran VII PER-01/PP/2018)
  4. Format Daftar Riwayat Hidup pengajuan Izin Kuasa Hukum (Lampiran III PER-01/PP/2018)
  5. Format Surat Pernyataan Tidak Berstatus Sebagai PNS atau Pejabat Negara (Lampiran IV PER-01/PP/2018)
  6. Format Pakta Integritas pengajuan Izin Kuasa Hukum (Lampiran V PER-01/PP/2018)
  7. Format Surat Permohonan Pencetakan Kembali Kartu Izin Kuasa Hukum
  8. Format Surat Penerbitan Kembali Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum

Dasar Hukum:

  1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
  2. PMK Nomor 184/PMK.01/2017 tentang Persyaratan untuk Menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak
  3. Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2018 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak

Di atas dijelaskan bagaimana agar dapat menjadi seorang kuasa hukum di bidang perpajakan, dimana hadirnya seorang kuasa hukum perpajakan dapat membantu wajib pajak untuk lebih memahami hak dan kewajibannya di bidang perpajakan, menjadi mitra Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengedukasi para wajib pajak agar lebih sadar akan kewajiban sebagai warna Negara yang baik dengan taat membayar pajak. (*)

Mengenal Lebih Jauh Status Wajib Pajak

Mengenal Lebih Jauh Status Wajib Pajak

Oleh: Andi Murni Ratna, Ketua AKP21 Cabang Kaltim

“Mau lapor SPT kok gak bisa ya?” celotehan Wajib Pajak yang sering didengar dan ditelusuri lebih jauh saat bertanya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Ternyata Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Non-Efektif.

Apa yang dimaksud Wajib Pajak Aktif dan Wajib Pajak Non-Efektif. Simak ulasan di bawah ini.

APA ITU NPWP

Tentunya Anda sudah tahu kepanjangan atau setidaknya pernah mendengar sebutan NPWP. Secara jelasnya, NPWP adalah identitas atau tanda pengenal Wajib Pajak yang berlaku untuk selamanya.

Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-37/PJ/2014, Direktorat Jendral pajak (DJP) dapat menonaktifkan NPWP atau menjadi non-efektif apabila pemilik tidak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan selama waktu 3 (tiga) tahun.

Apabila Wajib Pajak tidak menjalankan aktivitas perpajakan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sejak ditetapkan sebagai Wajib Pajak non-efektif maka NPWP dapat dihapuskan sepenuhnya oleh Kantor Pajak.

WP AKTIF DAN NON-EFEKTIF

Wajib Pajak Aktif adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif serta menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sedangkan Wajib Pajak Non-Efektif merupakan Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Sesuai SE-27/PJ/2020 Bagian E angka 2 huruf t termaktub bunyi dalam rangka pengelolaan basis data dan pengawasan, setiap Wajib Pajak diberikan status Master File sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak Aktif, yaitu Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif danobjektif dan menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara efektif sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  2. Wajib Pajak Non-Efektif, yaitu Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratansubjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan penghapusan NPWP;
  3. Wajib Pajak Hapus, yaitu Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak dan telah dilakukan penghapusan NPWP; atau
  4. Wajib Pajak Aktivasi Sementara, yaitu Wajib Pajak Hapus yang statusnya diaktifkan sementara paling lama 1 (satu) bulan dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban perpajakan.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, wajib pajak dapat dikecualikan dari pengawasan rutin oleh Kantor Pajak Pratama (KPP) apabila:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP yang memiliki NPWP untuk digunakan sebagai syarat administratif antara lain guna memperoleh pekerjaan atau membuka rekening keuangan;
  4. Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang telah dibuktikan menjadi subjek pajak luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  5. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan;
  6. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau tidak ada transaksi pembayaran pajak baik melalui pembayaran sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain, selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
  7. Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP;
  8. Wajib Pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan penelitian lapangan;
  9. Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP Cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri;
  10. Instansi Pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/ atau pemungut pajak namun belum dilakukan penghapusan NPWP; atau
  11. Wajib Pajak selain sebagaimana disebutkan di atas yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.

Apabila telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, maka tidak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya antara lain:

  1. Tidak melaksanakan kewajiban penyampaian SPT
  2. Tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun tidak menyampaikan SPT (terhitung sejak ditetapkan sebagai WP NE)
  3. Tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas sanksi administrasi karena tidak menyampaikan SPT (terhitung sejak ditetapkan sebagai WP NE).

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 di dalamnya disebutkan bahwa , Wajib Pajak yang telah dinyatakan non-efektif terbebas dari sanksi administrasi berupa denda akibat tidak menyampaikan SPT.

Sedangkan untuk Wajib Pajak Efektif apabila tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, akan dikenakan Sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Dalam hal tidak pernah menyerahkan SPT sampai batas waktu yang ditetapkan, maka Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:

  1. Denda Rp500.000 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa PPN;
    denda Rp100.000 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya, seperti SPT PPh Pasal 23;
  2. Denda Rp1.000.000 untuk keterlambatan pelaporanSPT Tahunan PPh badan; dan
  3. Denda Rp100.000 untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi.

Dan atas kekurangan pembayaran pajak akan dikenakan sanksi bunga (tarif suku bunga acuan) per bulan, yang terhitung sejak batas waktu pembayaran.

Akan tetapi, Kantor Pajak tidak memiliki hak untuk menagih kewajiban perpajakan yang sudah lewat dari lima tahun karena terikat dengan ketentuan tentang daluwarsa penagihan. (*)