BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai pintu gerbang Pulau Kalimantan begitu erat dengan masyarakat yang plural dan heterogen. Pindahnya ibu kota negara dari Jakarta ke Kaltim, tentu meningkatkan hal itu.
Bukan hanya Kalimantan, Kaltim kini juga sudah menjadi pintu gerbang Ibu Kota Nusantara (IKN), pusat pemerintahan Indonesia.
Ketua Bidang Media dan Propaganda (Medpro) Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI), Ariyansah NK menilai kondisi tersebut bagai pisau bermata dua.
“Ada keuntungan, namun juga bisa mendatangkan malapetaka bagi Kaltim itu sendiri, apabila keuntungan dan kesempatan tidak diolah dan disikapi dengan baik,” kata Ariyansah yang juga Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Ekonomi (Konsentrasi Kebijakan Publik) Universitas Trisakti, Selasa (30/4/2024).
Aktivis GMNI yang akrab disapa Bung Ari ini menyebut beberapa tantangan kepemimpinan pemerintahan Kaltim ke depan, khususnya setelah penetapan IKN. Pertama adalah menjaga dan menjamin kondusitifas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
“Ini penting, karena bukan hanya tentang kenyamanan lingkungan bagi masyarakat, namun juga tentang investasi dan ekonomi dalam rangka pembangunan daerah dan sebagai provinsi penyangga IKN,” sebutnya.
Tantangan berikutnya, lanjut Ari, adalah menjamin terselenggaranya sosio demokrasi dalam segala aspek. Sosio demokrasi ini hanya dapat tercapai apabila hak politik dan hak ekonomi masyarakat terpenuhi.
“Bukan hanya menjamin hak politik, tapi juga menjamin hak ekonomi,” ujarnya.
Kemudian tantangan ketiga adalah optimalisasi pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah yang berbasis keadilan, kerakyatan dan pembangunan berkelanjutan.
“Berikutnya pengoptimalisasian sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) dalam segala aspek,” sambungnya.
Menurut Ari yang juga Warga Kelurahan Gunung Samarinda, Kota Balikpapan ini, optimalisasi SDM adalah mengenai peningkatan kualitas atau kompetensi dan penyerapan tenaga kerja. Sementara optimalisasi SDA dapat menjadikan Kaltim tidak hanya bertopang pada satu atau dua sektor hasil bumi saja.
“Misalnya dengan memasifkan program-program diversifikasi energi dan pangan, kemudian peningkatan sektor pariwisata,” tuturnya.
Apabila ada visi misi calon pemimpin Kaltim yang berorientasi pada penyelesaian atau menjawab tantangan tersebut, ujar Ari, maka ada optimistisme bagi Kaltim menuju lebih baik dalam hal pembangunan daerah dan sebagai penyangga IKN.
KEPEMIMPINAN INKLUSIF ADALAH KUNCI
Sementara itu, Ketua Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Kaltim-Tara, Rinto memiliki pandangan bahwa pola kepemimpinan inklusif adalah kunci dari keberhasilan kepala daerah dalam membangun sebuah daerah.
“Baik pada aspek infrastruktur maupun sumber daya manusia,” ungkap Rinto.
Melihat Kaltim sebagai wajah Nusantara dengan penduduk yang heterogen dan dapat hidup berdampingan dengan rukun, bagi Rinto adalah dasar penting dalam melakukan langkah strategis bagi calon pemimpin yang akan datang.
“Namun melihat perkembangan politik saat ini, figur yang muncul masih minim dengan gagasan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan mampu menjawab permasalahan Kaltim yang sangat kompleks,” sambung dia.
Permasalahan itu meliputi lingkungan hidup, kesejahteraan, pendidikan hingga kepastian hukum terhadap masyarakat dalam kepemilikan alas hak.
“Dengan situasi ini tentu kita semua berharap, adanya komitmen dan kerja keras pemimpin yang akan datang dalam membangun daerah, bukan hanya memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya saja,” pungkas Rinto. (bro2)