BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Satgas Pangan Polri menetapkan tiga pejabat perusahaan produsen beras PT FS sebagai tersangka kasus produksi dan peredaran beras yang tidak memenuhi standar mutu nasional.
Kasatgas Pangan Polri, Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, mengatakan ketiga tersangka berinisial KG (Direktur Utama), RL (Direktur Operasional), dan IRP (Kepala Seksi Quality Control).
Polisi menduga ketiganya bertanggung jawab atas produksi dan distribusi beras premium. Mulai dari merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen. Beras dari merek tersebut tidak sesuai dengan label kemasan dan tidak memenuhi standar mutu nasional.
“Kami tidak akan mentoleransi bentuk penyimpangan terhadap mutu pangan, khususnya beras, yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat” ujar Brigjen Pol. Helfi Assegaf.
Kasus ini bermula dari investigasi Kementerian Pertanian di 10 provinsi pada Juni 2025. Dari pengujian 268 sampel beras, sebanyak 232 sampel atau 189 merek tidak sesuai dengan mutu dan takaran pada label. Kementerian Pertanian kemudian melaporkan temuan tersebut kepada Kapolri melalui surat resmi tertanggal 26 Juni 2025.
Menindaklanjuti laporan itu, Satgas Pangan Polri melakukan penyelidikan ke berbagai titik distribusi beras, termasuk pasar tradisional dan retail modern. Hasil uji laboratorium resmi Kementerian Pertanian menunjukkan lima merek beras dari tiga perusahaan, termasuk PT FS, tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beras premium.
TERSANGKA ATUR STANDAR MUTU SENDIRI
Penyidik juga menemukan dokumen internal perusahaan yang mengatur standar mutu sendiri. Penetapannya oleh Kepala Seksi QC dan Direktur Operasional PT FS tanpa memperhitungkan penurunan mutu akibat distribusi.
Notulen rapat internal pada 17 Juli 2025 bahkan menginstruksikan penurunan kadar beras patah (broken) sebagai respons atas pengumuman Menteri Pertanian.
Berdasarkan dua alat bukti yang sah, penyidik Bareskrim Polri meningkatkan status ketiga individu tersebut menjadi tersangka. Dugaannya mereka melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Para tersangka terancam hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar untuk pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Sementara pelanggaran UU TPPU mengancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Komentar