Tok! MK Putuskan Jabatan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020 Diperpanjang
Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas'ud menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 14 Februari 2024 lalu. Rahmad Mas'ud merupakan salah satu kepala daerah hasil Pilkada 2020. (BerandaPost.com)

Tok! MK Putuskan Jabatan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020 Diperpanjang

BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Undang-Undang Pilkada). Sidang pengucapan Putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 ini digelar pada Rabu (20/3/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.

Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh 13 kepala daerah, termasuk Gubernur dan Bupati dari berbagai wilayah di Indonesia. Putusan tersebut menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih pada Pemilihan Umum tahun 2020 akan tetap menjabat hingga dilantiknya penerus mereka hasil Pilkada serentak nasional tahun 2024.

Ketua MK, Suhartoyo membacakan amar putusan yang mengisyaratkan penyesuaian norma Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Pilkada.

“Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melebihi 5 (lima) tahun masa jabatan,” kata Suhartoyo, dikutip dari rilis MK, Kamis (21/3/2024).

Wakil Ketua MK, Saldi Isra menjelaskan bahwa putusan ini memungkinkan para kepala daerah hasil Pemilihan 2020 untuk terus menjalankan tugas dan jabatannya hingga pelantikan penerus mereka pada Pilkada serentak 2024, dengan syarat tidak melebihi masa jabatan 5 tahun.

Meskipun putusan ini diterima, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyampaikan pendapat berbeda.

“Mahkamah seharusnya melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap perkara ini, setidak-tidaknya mendengar keterangan Pemerintah terkait evaluasi pelaksanaan pengisian penjabat kepala daerah setelah Putusan MK sebelumnya dan pemaknaan baru terhadap Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Pilkada dalam Putusan MK sebelumnya,” ujar Daniel.

“Pemerintah juga telah mengajukan permohonan untuk menyampaikan keterangan terkait perkara ini, namun MK belum melanjutkan pemeriksaan ke tahap sidang pleno untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif dan akurat,” tambahnya.

Putusan MK ini menjadi sorotan karena memberikan kepastian hukum terkait masa jabatan kepala daerah terpilih pada Pemilihan Umum tahun 2020. Meskipun demikian, pendapat berbeda dari Hakim Konstitusi menunjukkan perlunya penelitian dan evaluasi yang lebih mendalam terkait implementasi putusan tersebut. (*/bro2)