BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN- Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat (Sosbudpemas) Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Alimuddin menilai, kebijakan pendidikan di IKN dengan menerapkan program merdeka belajar plus dirasa lebih padat dan simple. Peserta didik akan menjadi lebih baik dalam mendapatkan pembelajaran sekaligus untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
“Kebijakan pendidikan di IKN nanti adalah Merdeka belajar plus. Itu lebih padat dan lebih simpel,” katanya Alimuddin saat membuka kegiatan Peningkatan Kapasitas Guru dalam Pembelajaran Berpusat pada Murid di Wilayah IKN (PTM) 2 kerjasama Kedeputian Sosbudpemas Otorita IKN dengan Balai Guru Penggerak Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang digelar di Gran Senyiur Balikpapan, Kamis (18/4/2024).
Saat ini, OIKN sedang menyusun peta jalan Pendidikan.
“Dan mungkin ini pertama kali di Indonesia, mudah-mudahan di bulan Mei tahun ini dapat berjalan,” sebutnya.
Terkait pendidikan, lanjutnya, banyak hal-hal yang harus diperbaiki. Sebab selalu tergantung dengan regulasi yang mengikat.
“Ada juklak dan juknis dan lain-lain sehingga kalau kita rubah kita salah,” ujarnya.
Oleh karena itu, melalui kegiatan PTM 2, para pendidik diberikan keleluasaan untuk membangun atau membentuk sebuah peraturan yang baru. Tetapi tidak bertentangan dengan filosofi atau landasan pendidikan yang ada di Indonesia. Otorita IKN juga berkeinginan agar semua guru di deliniasi IKN menjadi jadi guru penggerak.
“Tapi tentu itu tidaklah mudah, setidaknya para guru atau para tenaga pendidik memiliki kemampuan sebagai guru penggerak setelah mendapatkan modulnya,” paparnya.
Dirinya berkeyakinan bahwa guru-guru di deliniasi IKN seperti di Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kecamatan Loa Kulu, Loa Janan, Muara Jawa, Samboja dan Kecamatan Samboja Barat hingga Kutai Kartanegara (Kukar) juga memiliki kemampuan yang yang sama.
“Tinggal kita mau dan berani untuk memajukan pendidikan di IKN. Karena kalau mau dinilai baik itu memang harus berbeda,” bebernya.
Menurutnya, kini tinggal bagaimana caranya agar dapat memenuhi kebutuhan atau melayani kebutuhan minat dan bakat peserta didik tersebut.
“Ini yang ingin kita coba. Apakah mengaktifkan kembali diagnostik asesmen yang kita lakukan pada saat penerimaan siswa atau kenaikan kelas. Apakah hanya menjadi sebuah catatan atau kita layani hasil pemetaan kita terhadap potensi-potensi peserta didik,” ucapnya.
Dirinya berharap para tenaga pendidik mampu keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang dinilai kurang memajukan pendidikan. Dengan harapan, ke depannya, generasi emas disegala jenjang pendidikan di wilayah masing-masing mampu menjawab tantangan di IKN.
“Tugas kita semua menyiapkan diri untuk menjadi bagian daripada pendidikan yang maju di IKN. Saya yakin jika kita lakukan secara keroyokan menyusun regulasi sistem pendidikan di IKN akan menjadi lebih baik lagi,” timpalnya.
Sementara itu, Kepala Balai Guru Penggerak Provinsi Kaltim Wiwik Setiawati menambahkan, kegiatan ini dilakukan berangkat dari kekhawatiran para pengawas sekolah, kepala sekolah hingga guru.
“Termasuk juga kekhawatiran para orang tua peserta didik yang ada di wilayah IKN,” katanya.
Tentu ada kebanggaan setelah ditetapkannya PPU dan Kukar di Provinsi Kaltim sebagai IKN. Namun, muncul pula kekhawatiran. Sebab potret pendidikan yang ada di wilayah IKN mungkin masih jauh dari harapan. Pihaknya berkeinginan agar akses pendidikan termasuk juga peningkatan kualitas guru yang ada di IKN sesuai dengan harapan.
“Banyak juga program yang sudah dilakukan pihaknya mulai dari tahun 2023 kemarin,” ujarnya.
Salah satunya mengawali program seperti melakukan forum diskusi dengan mengundang para kepala sekolah dan pengawas sekolah dari dinas Pendidikan. Bahkan sampai ke siswa dan orang tua siswa. Ternyata keinginan peserta didik itu sangat sederhana. Di mana harapan peserta didik hanya ingin mendapatkan guru yang ketika mengajar itu menyenangkan dan memperhatikan kebutuhannya dengan melihat minat bakat.
“Tidak marah-marah dan tidak cuma hanya memberikan tugas saja, sementara gurunya santai dengan handphone. Ini sangat cocok dengan filosofis dari Ki Hajar Dewantara,” pungkasnya. (bro1)