BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Alasan di balik aksi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggeledah salah satu rumah toko (ruko) di Kompleks Pertokoan Balikpapan Baru pada Jumat (2/8/2024) akhirnya terungkap. Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam pembiayaan ekspor yang melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Melansir CNNIndonesia.com, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto membenarkan bahwa tim penindakan KPK sedang menjalankan kegiatan penyidikan di Kota Balikpapan.
“Betul, ada kegiatan penyidik KPK di Balikpapan. Namun, kami belum bisa memberikan informasi lebih lanjut karena prosesnya masih berlangsung,” ujar Tessa.
KPK telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini, tetapi identitas mereka masih dirahasiakan. KPK juga telah melarang ketujuh tersangka bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
“Menindaklanjuti hal tersebut, kami mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 981 tahun 2024 pada 29 Juli 2024 mengenai larangan berpergian ke luar negeri terhadap tujuh WNI,” ucap Tessa.
Baca juga: Jubir KPK: Benar Ada Kegiatan Penyidik di Balikpapan
Menurut Kompas.com, KPK menduga negara mengalami kerugian hingga Rp3,451 triliun akibat korupsi pemberian kredit ekspor. Kerugian ini diduga berasal dari pemberian kredit kepada tiga korporasi: PT PE sebesar Rp800 miliar, PT RII sebesar Rp1,6 triliun, dan PT SMYL sebesar Rp1,051 triliun.
Meskipun kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, KPK belum menetapkan tersangka pada tahap penyelidikan awal karena menggunakan Sprindik umum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa jumlah debitur yang diusut dalam kasus pembiayaan ekspor dari LPEI bertambah menjadi 11, dari semula hanya enam debitur.
Baca juga: Jumat Keramat! KPK Geledah Ruko di Balikpapan Baru
KPK menerima laporan mengenai kasus ini pada 10 Mei 2023 dan melakukan penelaahan hingga akhirnya memulai penyelidikan pada Februari 2024. Pada 19 Maret 2024, KPK memutuskan untuk naik ke tahap penyidikan dalam forum ekspose yang melibatkan jajaran penindakan, penuntutan, dan pimpinan KPK.
Selama proses penyidikan, KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung yang juga menangani kasus serupa. Pada 18 Maret 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengunjungi kantor Kejaksaan untuk membahas kasus ini.
Berdasarkan Pasal 50 Undang-undang (UU) KPK, Kejaksaan harus menghentikan penanganan perkara yang sama dengan yang sedang ditangani oleh KPK. (bro2)