BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Keterbatasan air bersih mendorong Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk menyediakan solusi yang tepat bagi para pembudi daya Benuo Taka.
Salah satu solusi yang mereka tawarkan adalah pemanfaatan kolam terkontrol. Kolam ini menggunakan terpal bulat atau terpal persegi untuk membudidayakan berbagai komoditas air tawar maupun air payau.
Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Budi Daya dan Lingkungan, Musakkar, menjelaskan bahwa para pembudi daya selama ini menghadapi kendala yang sama, yaitu kekurangan sumber air yang cocok untuk pembudidayaan berbagai jenis komoditas.
“Nah, sistem bioflok ini memanfaatkan air yang terbatas,” ujar Musakkar, Jumat (25/10/2024).
Ia melanjutkan bahwa saat ini, pihaknya telah mempersiapkan para pembudi daya melalui upaya peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan cara ini, harapannya mereka dapat menguasai metode kolam terkontrol.
Selain itu, produktivitas dapat meningkat meskipun terdapat keterbatasan dalam pembudidayaan ikan.
Sehingga pihaknya telah menginisiasi Bimbingan Teknis (Bimtek) Budi Daya Ikan Nila Salin (Nilasa) bekerja sama dengan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budi Daya (BPTPB) Daerah Istimewa Yogyakarta. Program ini menyasar 30 pembudi daya.
Selanjutnya, mereka juga melanjutkan Bimtek Budidaya Ikan Air Tawar bersama Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Sebanyak 16 peserta yang merupakan pembudi daya asal Kecamatan Waru menjadi peserta.
“Dengan metode kolam terkontrol, penggunaan air sejak tebar pertama hingga akhir tidak memerlukan pergantian air. Hanya ada penambahan air,” ungkapnya.
JAGA KADAR OKSIGEN

Musakkar menerangkan bahwa hal paling penting dalam proses budi daya kolam terkontrol adalah menjaga kadar oksigen melalui sistem aerasi dalam kolam.
“Oksigennya harus tercukupi,” katanya.
Menurutnya, peran aerator—alat yang menyuplai oksigen pada kolam bioflok—sangat penting untuk memberikan sirkulasi oksigen. Dengan cara ini, probiotik akan bekerja lebih maksimal dalam mengkonversi limbah organik menjadi flok.
Ia juga menyebutkan bahwa kolam bioflok memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, sehingga tidak memerlukan aerator berukuran besar.
Lebih lanjut, kolam bioflok dapat terisi dengan padat tebar tinggi. Oleh karena itu, penggunaan aerator besar justru dapat mengganggu kehidupan ikan hasil budi daya.
Musakkar menekankan bahwa kadar oksigen dalam kolam haruslah baik. Ini mencakup memperhatikan besaran kolam dan menjaga agar kandungan oksigen terlarut tetap stabil.
Dengan adanya alat aerator tersebut, para pembudidaya perlu menjaga kestabilan pasokan listrik.
“Jadi, semua menyesuaikan. Kebutuhan oksigen menjadi faktor penting untuk pembudidayaan ikan nila salin atau air tawar,” pungkasnya. (adv/bro3)