BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Transaksi menggunakan aplikasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS/dibaca: kris) sangat membantu bagi Anda yang tidak membawa atau kurang uang tunai.
Anda tinggal membuka aplikasi perbankan atau dompet digital yang ada di smartphone, lalu lakukan pemindaian QR code untuk bertransaksi. Tentunya juga mendukung Gerakan Nasional Nontunai (GNNT).
Tapi pernahkah Anda ketika hendak menggunakan QRIS untuk bertransaksi, justru merchant atau retail menerapkan syarat dan ketentuan seperti nominal atau total belanja minimal Rp50 ribu hingga Rp100 ribu? Atau mungkin dikenakan biaya tambahan?
Syarat seperti nominal minimal belanja itu diberlakukan oleh salah satu retail modern dan toko kelontongan di Kecamatan Balikpapan Kota. Sementara untuk biaya tambahan diterapkan oleh apotek salah satu rumah sakit di Kecamatan Balikpapan Selatan.
Ternyata praktik yang diterapkan retail kepada konsumen pengguna QRIS tersebut dilarang oleh Bank Indonesia. Sebutannya adalah Merchant Discount Rate (MDR).
“MDR Itu yang menanggung seharusnya retail sebagai insentif atas fasilitas yang diberikan industri keuangan kepadanya,” kata Deputi Kepala Perwakilan Ban Indonesia (BI) Balikpapan, Mahdi Abdillah, Minggu (4/3/2024)
MDR adalah biaya jasa yang dikenakan kepada merchant atau retail oleh Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP). Bukan untuk dibebankan kepada konsumen, melainkan diberikan kepada industri sepenuhnya.
“Memang ada biaya untuk transaksi di atas Rp100 ribu, tapi tidak boleh dibebankan kepada konsumen,” tegasnya.
BI pun memastikan tidak ada batas minimum untuk menggunakan QRIS ketika bertransaksi. Kalaupun ada yang menerapkan, maka lebih kepada kebijakan manajemen dari retail yang bersangkutan.
“Mungkin karena merchant ada pertimbangan tertentu, di atas Rp100 ribu baru boleh pakai QRIS. Sebenarnya malah tidak pas. Tapi itu pertimbangan manajemen saja,” sebutnya.
BI akan menindaklanjuti setiap informasi kepada perbankan yang memfasilitasi QRIS untuk retail supaya dilakukan edukasi atau pembinaan. “Kalau yang dibebankan kepada konsumen, tidak boleh,” tukasnya.
Transaksi QRIS memang ditujukan kepada sektor retail modern seperti Indomaret, Alfamidi, Alfamart ataupun Maxi Swalayan dan sebaginya. Kendati pengguna aplikasi terbesar ada di Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti warung makan.
“Jumlah transaksinya di bawah Rp100 ribu. Kecil-kecil tapi banyak. Memang paling banyak di situ (UMKM),” pungkasnya.
BI mencatat capaian jumlah transaksi QRIS di wilayah kerja KPw BI Balikpapan yang meliputi Balikpapan, Paser dan Penajam Paser Utara pada 2023 lalu adalah 9.395.246 transaksi. Sementara nominal transaksi QRIS pada tahun yang sama terealisasi Rp1,46 triliun.
Adapun target volume transaksi QRIS di 2024 adalah 10.597.373 transaksi dengan penambahan user (pengguna) baru untuk Kalimantan Timur sebanyak 65.888 pengguna. Sehingga total pengguna QRIS di akhir 2024 diharapkan bisa mencapai 791.765 pengguna. (bro2)