BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Pada Selasa, 19 November 2024, pimpinan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan pertemuan dengan Menteri Hukum Supratman Andi Atgas. Pertemuan ini berlangsung pada Kantor Menteri Hukum Republik Indonesia, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas berbagai agenda penting terkait persaingan usaha.
Agenda utama adalah kolaborasi antara KPPU dan Kemenkum untuk mencegah pelanggaran notifikasi merger dan akuisisi. Selain itu, mereka juga mendiskusikan pentingnya dukungan terhadap amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Amandemen tersebut berkaitan dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang termaktub dalam UU Persaingan Usaha.
Bahkan Wakil Ketua KPPU, Aru Armando, serta Anggota KPPU, Gopprera Panggabean dan Budi Joyo Santoso ikut menghadiri. Selain itu, turut hadir pula Sekretaris Jenderal Lukman Sungkar dan Kepala Biro Hukum Manaek SM Pasaribu. Mereka semua mendukung upaya untuk meningkatkan efektivitas kebijakan persaingan usaha.
M. Fanshurullah Asa, Ketua KPPU, menyatakan bahwa hubungan antara KPPU dan Kemenkum sangat krusial. Menurutnya, kerja sama ini berperan besar dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Selain itu, ia menegaskan bahwa kolaborasi ini juga akan mendorong perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang semakin pesat.
Ia juga menambahkan bahwa KPPU dan Kemenkum memiliki peran masing-masing yang saling melengkapi. “KPPU bertugas untuk mengawasi persaingan usaha dan mencegah praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat,” jelas Ifan. “Sementara itu, Kemenkum fokus pada penyusunan kebijakan hukum dan penguatan kelembagaan terkait hal tersebut,” tambahnya.
KOMITMEN CEGAH PELANGGARAN
Dalam pertemuan tersebut, Ifan juga mengangkat beberapa isu penting lainnya. Salah satunya adalah urgensi dukungan bagi amandemen regulasi persaingan usaha. Ia menilai bahwa amandemen tersebut sangatlah perlu agar aturan dapat lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Selain itu, Ifan juga menekankan pentingnya kolaborasi antara KPPU dan Kemenkum dalam pencegahan pelanggaran notifikasi merger dan akuisisi. Meningkatnya jumlah pelanggaran notifikasi merger dan akuisisi membuat sistem pengawasan menjadi semakin penting. Oleh karena itu, menurutnya, kedua lembaga perlu menciptakan sistem peringatan dini (early warning system) untuk mencegah keterlambatan notifikasi dari pelaku usaha.
Dengan adanya sistem ini, pelaku usaha atau notaris yang melaporkan transaksi atau perubahan akta perusahaannya akan menerima informasi terkait kewajiban notifikasi merger. Informasi ini akan tersampaikan melalui sistem informasi kelolaan Kemenkum. Dengan demikian, proses notifikasi akan berjalan lebih lancar dan tepat waktu.
“Early warning system ini sangat penting untuk menurunkan risiko bisnis pelaku usaha,” ujar Ifan.
Menurutnya, sistem ini akan membantu mencegah gangguan pada aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini sangat relevan, terutama pada masa perekonomian global yang saat ini masih stagnan.
Jika penerapan sistem ini berjalan dengan baik, maka pelaku usaha dapat lebih fokus pada kegiatan operasional mereka tanpa terganggu oleh masalah administrasi atau ketidakpastian hukum. Dengan demikian, kolaborasi antara KPPU dan Kemenkum menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan efisien.
Jika sistem peringatan dini dapat diterapkan, maka harapannya tidak ada lagi keterlambatan dalam menyampaikan notifikasi kepada KPPU. Dengan langkah tersebut, Indonesia akan semakin siap untuk menghadapai tantangan persaingan usaha yang semakin ketat pada tingkat global.