Rudenim Berupaya Pulangkan Suku Bajau Tanpa Kewarganegaraan
Kepala Rudenim Balikpapan, Danny Ariana (tengah) memberikan penjelasan terkait deteni termasuk empat orang Bajau tanpa kewarganegaraan. (BerandaPost.com)

Rudenim Berupaya Pulangkan Suku Bajau Tanpa Kewarganegaraan

BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Balikpapan menampung delapan deteni, termasuk satu WNA asal Nigeria, tiga etnis Rohingya dari Myanmar, dan empat deteni tanpa kewarganegaraan (stateless).

Kepala Rudenim Balikpapan, Danny Ariana, mengungkapkan bahwa empat deteni tanpa kewarganegaraan adalah suku Bajau yang dugaannya berasal dari Malaysia.

“Mereka tidak mendapat pengakuan kewarganegaraan oleh pemerintah Malaysia,” kata Danny kepada awak media, Kamis (19/12/2024).

Suku Bajau, yang berprofesi sebagai nelayan tradisional, sering mencari ikan pada perairan atau pulau-pulau utara Kalimantan Timur hingga Kalimantan Utara.

“Mereka mencari ikan sekitar perairan Filipina dan Malaysia. Banyak ditemukan di Kabupaten Berau,” tambahnya.

Suku Bajau hidup secara nomaden dan memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan. Mereka mendiami wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau Kabupaten Berau, seperti Pulau Derawan, Tanjung Batu, Pulau Maratua, Batu Putih, Pulau Balikukup, dan Teluk Sulaiman.

“Mereka berdalih mencari ikan, namun mereka terlibat ilegal fishing. Ikan mereka jual ke luar Indonesia, meski pencarian mereka terus merapat ke Indonesia,” jelas Danny.

Menurutnya, negara harus hadir untuk mengatasi masalah seperti ini. “Ini bukan hanya tugas keimigrasian, tapi tugas negara. Jangan biarkan, nanti bisa seperti perkampungan Rusia di Bali,” tegasnya.

Pihaknya telah berusaha melakukan pendekatan dengan pemerintah Malaysia, namun upaya tersebut belum berhasil. “Malaysia tidak mengakui suku Bajau sebagai warganya, meskipun mereka mengaku berasal dari sana,” imbuhnya.

ALTERNATIF PEMULANGAN SUKU BAJAU

Rudenim bersama pihak Imigrasi berupaya untuk memulangkan suku Bajau. Ada dua alternatif teknis pemulangan, yaitu non reguler dan pemberian Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sebagai dokumen pengganti paspor.

“Pemulangan secara non reguler berarti kami mendorong mereka kembali ke laut,” jelas Danny. Namun, upaya ini pernah terhenti karena kendala situasi negara tujuan.

“Harus mengutamakan prinsip kemanusiaan. Kami berupaya untuk memulangkan suku Bajau pada tahun depan,” tambahnya.

Rudenim Balikpapan juga berencana memberi tahu Rudenim lainnya agar langsung memulangkan deteni seperti ini ke laut. “Jangan bawa ke kota, supaya tidak jadi beban negara,” lanjutnya.

Keberadaan orang tanpa kewarganegaraan menjadi beban negara tempat mereka berada. “Kami yang memberi makan mereka, memenuhi kebutuhan mereka. Anggaran negara berasal dari rakyat,” tegas Danny.

Langkah kedua adalah memberi SPLP, namun ini juga sulit. “Mereka yang mendapat SPLP tidak bisa menggunakan moda transportasi reguler seperti pesawat, karena maskapai pasti bertanya apakah negara tujuan akan menerima mereka,” pungkasnya. (bro2)