BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Google LLC terbukti melakukan praktik monopoli. Praktik ini membatasi pasar dan pengembangan teknologi. Hal ini tercantum dalam Pasal 25 ayat 1 huruf b Perkara Nomor 03/KPPU-I/2024. Perkara ini terkait penerapan Google Play Billing System.
“Majelis Komisi KPPU menjatuhkan denda Rp202,5 miliar dan memerintahkan Google LLC menghentikan penggunaan Google Play Billing,” ujar Ketua Majelis Komisi, Hilman Pujana. Ia menyampaikan ini melalui rilis Biro Hubungan Masyarakat KPPU, Selasa (22/1/2025).
Selanjutnya, Majelis Komisi memerintahkan Google LLC memberi kesempatan kepada pengembang aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB). Pengembang akan mendapatkan insentif berupa pengurangan biaya layanan minimal lima persen selama satu tahun.
Putusan ini dibacakan pada 21 Januari 2025 oleh Majelis Komisi dengan ketua oleh Hilman Pujana. Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha menjadi anggota Majelis.
Perkara ini merupakan inisiatif KPPU terkait dugaan pelanggaran Pasal 17, Pasal 19 huruf a dan b, serta Pasal 25 ayat 1 huruf a dan b UU Nomor 5 Tahun 1999 oleh Google LLC.
“Google LLC mewajibkan pengembang aplikasi menggunakan Google Play Billing System (GPB System). Jika tidak patuh, aplikasi akan dihapus dari Google PlayStore,” kata Pujana. Google juga menerapkan biaya layanan 15 hingga 30 persen dalam GPB System.
Majelis Komisi memulai pemeriksaan pendahuluan pada 28 Juni 2024 dan berakhir pada 3 Desember 2024.
Majelis Komisi juga menjelaskan Google PlayxxxStore menghubungkan pengembang dan pengguna aplikasi. Google bahkan menyediakan GPB System sebagai sistem penagihan transaksi digital.
Pasar yang terlibat dalam perkara ini adalah distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital.
“Berdasarkan fakta persidangan, Google PlayStore menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar. Sehingga platform ini adalah satu-satunya yang dapat melakukan pra-instal pada perangkat berbasis Android,” ujar Pujana.
Google mewajibkan penggunaan GPB System untuk setiap pembelian produk dan layanan digital. Ini menyebabkan berbagai dampak negatif bagi pengguna aplikasi.
DAMPAK PEMBATASAN PEMBAYARAN
Pembatasan pembayaran dalam GPB System mengurangi jumlah pengguna aplikasi. Hal ini berimbas pada penurunan transaksi dan pendapatan. Selain itu, harga aplikasi meningkat hingga 30 persen akibat biaya layanan yang lebih tinggi.
Google juga memberi sanksi berupa penghapusan aplikasi dari PlayStore. Pengembang yang tidak mematuhi kebijakan ini tidak dapat memperbarui aplikasinya.
Selain itu, pengembang juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka dan pengalaman pengguna. Ini menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi.
“Majelis Komisi menyimpulkan Google LLC terbukti melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999,” ungkap Pujana. Namun, tidak ada cukup bukti untuk mendukung pelanggaran Pasal 19 huruf a dan b, serta Pasal 25 ayat 1 huruf a.
GOOGLE WAJIB BAYAR DENDA
Majelis Komisi memutuskan untuk mengenakan denda Rp202,5 miliar kepada Google LLC. Denda ini harus disetorkan ke Kas Negara sebagai pendapatan negara.
Google juga mendapat perintah untuk menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google PlayStore. Majelis Komisi juga memerintahkan Google memberi kesempatan kepada pengembang untuk mengikuti program UCB.
Pembayaran denda harus terlaksana dalam 30 hari setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Jika terlambat, Google juga akan terkena denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari jumlah denda.
Namun jika Google mengajukan keberatan, mereka harus menyerahkan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda. (*/bro2)