Batu Bara Kaltim “Kuda Hitam” dalam Perang Dagang AS-China
Pertumbuhan ekonomi Kaltim mencapai 6,12 persen di Triwulan IV-2024, didominasi sektor batu bara. (Istimewa)

Batu Bara Kaltim “Kuda Hitam” dalam Perang Dagang AS-China

BERANDAPOST.COM, SAMARINDA – Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) Triwulan IV-2024 mencapai 6,12 persen secara tahunan (yoy). Ekonomi Triwulan IV-2024 tumbuh positif pada seluruh provinsi Pulau Kalimantan. Kaltim bahkan menyumbang kontribusi tertinggi pada penyusunan nilai tambah regional dengan share sebesar 47,29 persen.

Dari sisi produksi, kontribusi PDRB Kaltim terbesar masih didominasi oleh pertambangan dan penggalian. Sedangkan pertumbuhan tertinggi sisi pengeluaran Triwulan IV-2024 ada pada komponen Konsumsi Pemerintah.

Kepala Perwakilan Kemenkeu Satu Kaltimtara, Heru Narwanta, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Kaltim salah satunya karen pengaruh kinerja ekonomi negara mitra dagang.

“Masih tumbuh positif meski pertumbuhan ekonomi global penuh tantangan,” kata Heru dalam siaran persnya, Selasa (29/4/2025).

Pada Februari 2025, impor batu bara China dan India menurun masing-masing sebesar 11,5 persen dan 6,4 persen (mtm) akibat oversupply dan peningkatan produksi domestik. Ekspor CPO juga mengalami penurunan akibat penurunan permintaan terutama dari India dan karena dorongan atas turunnya harga minyak nabati lainnya.

“Sebaliknya, impor LNG Taiwan naik 44,03 persen (yoy) karena transisi energi dari batu bara dan nuklir,” jelasnya.

Sedangkan untuk angka impor batu bara oleh beberapa negara saat ini masih mengalami penurunan. Namun komoditas ini berpotensi menjadi “kuda hitam” dalam perang dagang internasional.

Kebijakan Trump dalam mendorong industri batu bara dan menerbitkan kebijakan tarif impor baru berpotensi memicu perubahan strategi energi dalam Asia. Meskipun harga spot ICE Newcastle Coal masih menunjukkan koreksi cukup dalam akibat risiko ketidakpastian.

“Batu bara tetap menjadi sumber listrik termurah dan terbesar se-Asia, menyumbang sekitar 56 persen pasokan listrik regional pada 2024,” sebutnya.

Negara-negara Asia juga meningkatkan penggunaan batu bara untuk mengimbangi biaya listrik dan menjaga daya saing ekspor mereka ke AS. Utilitas batu bara demi efisiensi biaya berpotensi untuk menggeser sebagian penggunaan gas alam untuk pembangkitan listrik.