BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) berupaya mengatasi masalah pangan dan gizi. Salah satunya dengan memanfaatkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan, atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2024.
Kepala Seksi (Kasi) Ketahanan Pangan, Dinas Ketahanan Pangan (DKP) PPU, Sri Hardjanto, menjelaskan bahwa FSVA 2024 menjadi acuan strategis. Terutama untuk menyusun kebijakan dan prioritas program ketahanan pangan yang lebih terarah.
“Peta ini menyajikan data dan analisis mendalam mengenai kondisi ketahanan pangan hingga tingkat desa. Tentunya berdasarkan aspek ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatannya,” ujar Sri Hardjanto, Rabu (20/11/2024).
Penyusunan peta FSVA melalui kolaborasi antara DKP PPU, Tim FSVA Kabupaten, Pemprov Kaltim, dan kementerian terakit. Peta ini mengacu pada enam indikator utama yang mencakup beberapa aspek.
Antara lain adalah ketersediaan pangan, yang pengukurannya melalui rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk. Begitu pun dengan sarana dan prasarana penyedia pangan.
Selain itu, akses pangan juga menjadi indikator penting, yang perhitungannya berdasarkan rasio penduduk miskin dan keterhubungan antarwilayah. Terakhir, melihat pemanfaatan pangan dari akses air bersih dan ketersediaan tenaga kesehatan.
Menurut Sri Hardjanto, dengan indikator-indikator tersebut, DKP PPU dapat memberikan data yang akurat untuk menjadi dasar penentuan kebijakan pembangunan daerah.
BEBAS DESA RAWAN PANGAN
Sri Hardjanto menjelaskan bahwa hasil akhir dari FSVA adalah peta yang menggambarkan ketahanan dan kerentanan pangan. Peta tersebut nantinya berupa angka statistik yang terbagi dalam enam skala prioritas.
Prioritas 1 hingga 3 menunjukkan wilayah yang sangat rentan hingga rentan terhadap kerawanan pangan, sementara prioritas 4 hingga 6 menunjukkan wilayah dengan ketahanan pangan rendah hingga tinggi.
“Hasil FSVA 2024 menunjukkan bahwa dari 54 desa dan kelurahan, tidak ada lagi wilayah yang tergolong dalam prioritas kerawanan pangan tinggi,” ungkapnya.
Sri Hardjanto mencatat bahwa sebanyak 10 desa, atau 18,52 persen, masuk dalam kategori tahan pangan rendah (Prioritas 4). Selanjutnya, 29 desa, atau 53,70 persen, tergolong tahan pangan sedang (Prioritas 5), dan 15 desa, atau 27,7 persen, masuk dalam kategori tahan pangan tinggi (Prioritas 6).
WILAYAH TAHAN PANGAN
Lebih lanjut, Sri Hardjanto menjelaskan bahwa desa-desa yang termasuk dalam kategori Prioritas 4 tersebar pada Kecamatan Penajam, Babulu, dan Sepaku. Sebagian besar desa yang berada dalam skala Prioritas 5 dan 6 terletak pada Kecamatan Waru, Babulu, dan Sepaku, termasuk desa-desa yang kini menjadi andalan untuk mendukung pertumbuhan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“FSVA membantu kami memahami peta kerentanan pangan secara detail, sehingga langkah intervensi dapat tepat sasaran. Hasil analisis ini juga menjadi landasan bagi pemerintah daerah untuk merancang program berkelanjutan yang melibatkan peran swasta,” tambahnya.
Sri Hardjanto menegaskan bahwa penanganan ketahanan pangan melibatkan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta PP Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.
Upaya ini mencakup pengembangan sistem informasi pangan dan gizi terintegrasi yang memastikan penyediaan data akurat dan komprehensif untuk membantu pembuat kebijakan.
Ia optimistis bahwa strategi berbasis data FSVA akan menjadi kunci dalam mengatasi tantangan pangan dan gizi, serta mendukung pembangunan daerah yang berkelanjutan.
“Dengan data yang kuat, kami dapat merekomendasikan perbaikan infrastruktur akses pangan, dan mendorong peningkatan gizi masyarakat,” pungkasnya.