Kisah Dessy Astriana, Penumpang Selamat KMP Muchlisa
Dessy Astriana (pegang mik) bersama para penumpang lain masih merasa trauma atas insiden tenggelamnya KMP Muchlisa. (BerandaPost.com)

Kisah Dessy Astriana, Penumpang Selamat KMP Muchlisa

BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Kepanikan, lompatan penyelamatan, dan kehilangan barang berharga, mewarnai kisah Dessy Astriana. Ia merupakan seorang penumpang yang berhasil selamat dari KMP Muchlisa, sesaat sebelum tenggelam dalam perairan Penajam Paser Utara (PPU) pada Senin (5/5/2025).

Dessy menceritakan detik-detik penuh ketegangan sebelum kapal akhirnya karam.

“Jam 1 siang kapal sudah seharusnya sandar, tapi saya lihat kok belum juga. Awalnya saya pikir karena ada kapal lain di depan,” ujar Dessy, Rabu (7/5/2025).

Namun, sekitar pukul 13.30 Wita, suasana berubah drastis. Dessy melihat keadaan dalam KMP Muchlisa, dan mendengar setiap pembicaraan para Anak Buah Kapal (ABK).

“ABK mulai panik, komunikasi terdengar patah-patah lewat HT, bahkan ada yang sampai turun ke ruang mesin dan buka baju dinasnya untuk bantu perbaikan,” ujarnya.

Dessy sempat memberi kabar kepada rekan kantornya bahwa kapal yang ia tumpangi kemungkinan bermasalah. Namun, ia sendiri belum menyadari betapa genting situasinya hingga sebuah peristiwa mengejutkan terjadi.

“Sekitar pukul 14.10 Wita, ada yang menggedor mobil saya. Saya ditarik keluar tanpa sempat membawa apa-apa. Mereka meminta saya melompat ke feri sebelah, dari atas pagar. Saya cuma bawa dua handphone dan satu tas,” ungkapnya.

Setelah berada pada kapal feri penyelamat, Dessy melihat dengan jelas KMP Muchlisa yang ia tumpangi mulai miring.

Ia menyebut, seorang kru kapal yang turut membantu evakuasi, sempat mengatakan bahwa kabin bawah sudah terendam air. Tak lama, kabar bahwa KMP Muchlisa tenggelam sampai ke telinga Dessy.

Yang paling menyedihkan bagi Dessy bukan hanya soal kehilangan barang. Ia mengaku sempat panik luar biasa karena baru pertama kali membawa mobil sendiri dari Balikpapan dan mengalami nahas itu.

“Mobil saya tenggelam, dalamnya ada laptop, tablet, STNK, sepatu kerja, baju kantor, bahkan barang titipan teman. Saya enggak sempat bawa apa-apa. Untung BPKB sempat saya keluarkan beberapa hari sebelumnya,” jelasnya.

PENUMPANG MERASA TRAUMA

Meski secara fisik ia dalam kondisi sehat, trauma masih membekas. Dessy mengaku susah tidur sejak kejadian yang menimpanya. Bahkan ia mengatakan belum sanggup untuk menggunakan feri ketika hendak menyeberang ke Balikpapan ataupun sebaliknya.

“Saya enggak sanggup. Enggak tahu sampai kapan. Saya enggak akan menyeberangkan mobil saya lagi,” ucap Dessy dengan lirih.

Pihak keluarga pun sempat panik karena tak bisa menghubungi Dessy selama beberapa jam.

“Handphone saya mati (kehabisan daya) karena kelamaan dalam feri. Keluarga sampai ada yang pingsan karena menyangka saya termasuk korban dalam mobil,” katanya.

Terkait kerugian, Dessy berharap ada tanggung jawab dari pihak terkait. Termasuk barang-barang yang tidak terlindungi Jasa Raharja, agar ada penggantian dari pihak operator.

“Karena juga tak bisa mengganti beban mental kami,” ungkapnya.

Dessy juga mengusulkan agar ada perhatian terhadap pemulihan psikologis korban. Misalnya semacam bantuan trauma healing. Karena kejadian seperti ini membekas dan tidak dapat terlupakan begitu saja.

Dengan nada getir ia menyampaikan, “Baru pertama kali bawa mobil sendiri, langsung kejadian seperti ini. Dan saya satu-satunya perempuan driver di antara penumpang mobil. Ini pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan seumur hidup,” imbuhnya.