BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Yayasan Mitra Hijau (YMH) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan menyelenggarakan pelatihan jurnalistik. Pelatihan tersebut bertema “Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya”.
Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas jurnalis agar memahami isu transisi energi. Sekaligus mampu memberitakannya secara kritis, mendalam, serta berpihak pada kepentingan publik.
YMH dan AJI menghadirkan tiga pembicara utama dalam pelatihan tersebut. Ketua Dewan Pembina YMH Dicky Edwin Hindarto, Communication Strategist YMH Fardila Astari, dan Koordinator Riset dan Publikasi AJI Indonesia Ahmad Arif.
Mereka membahas isu transisi energi dari berbagai sudut pandang: kebijakan dan ekonomi, strategi komunikasi publik, serta pendekatan jurnalistik.
TRANSISI ENERGI, KENISCAYAAN BAGI KALTIM
Dalam presentasinya, Dicky Edwin Hindarto menyatakan bahwa Kalimantan Timur (Kaltim) harus segera menjalankan transisi energi. Kaltim selama ini sangat bergantung pada batu bara.
Ia menyoroti risiko ekonomi akibat fluktuasi harga komoditas. Salah satunya lonjakan harga batu bara dari USD 70 menjadi USD 400 per ton pada 2022 yang kemudian anjlok drastis.
“Ketergantungan pada satu komoditas seperti kecanduan. Jika ada pembiaran, bisa membahayakan masa depan ekonomi daerah,” ujarnya, Rabu (4/6/2025).
Ia kemudian mendorong diversifikasi ekonomi melalui pengembangan sektor pertanian modern, perdagangan, ekonomi kreatif, dan industri kecil berbasis rendah karbon. Ia mencontohkan pemanfaatan limbah plastik untuk membuat konblok ramah lingkungan.
Ia juga menyerukan penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari industri batu bara dan migas. Tujuannya untuk mendukung sektor pertanian dan energi bersih.
Selain itu juga menekankan pentingnya modernisasi pertanian, seperti penggunaan alat modern untuk meningkatkan produktivitas. Tentunya sebagai solusi minimnya tenaga kerja pada sektor tersebut.
Selain itu, ia mendorong pemerintah daerah meniru strategi negara seperti Jerman dan Jepang. Kedua negara tersebut menggunakan batu bara hanya sebagai cadangan dan berfokus pada energi bersih.
OPTIMALKAN MEDIA SOSIAL UNTUK KAMPANYE TRANSISI ENERGI
Fardila Astari dari YMH menjelaskan bahwa media sosial memiliki peran besar dalam menyebarluaskan isu transisi energi yang masih minim pemberitaan. Ia menyatakan bahwa media sosial kini berfungsi tidak hanya sebagai sarana berbagi informasi. Melainkan juga sebagai ruang interaksi publik dan saluran penting diseminasi pesan jurnalistik.
Fardila mengutip laporan Reuters Institute 2024 yang mencatat lebih dari 50 persen pengguna Asia Tenggara mengakses berita pertama kali melalui media sosial.
“Tanpa strategi sosial media yang kuat, jurnalisme sulit menjangkau publik yang lebih luas,” katanya.
Ia juga membagikan strategi efektif seperti segmentasi audiens, penentuan waktu unggah (pukul 11.00 dan 14.00 untuk Instagram, hindari hari Minggu). Termasuk kolaborasi dengan komunitas, akun edukasi, dan influencer lokal.
Fardila juga menegaskan bahwa jurnalis perlu mengevaluasi dampak konten secara berkala dan tidak hanya mengejar viralitas.
JURNALIS SOROTI KEADILAN DALAM TRANSISI ENERGI
Sementara itu, jurnalis sains dan lingkungan dari KOMPAS, Ahmad Arif, juga membagikan pengalamannya. Ia mengingatkan pentingnya jurnalis memahami siapa pihak yang untung dan rugi dalam proses transisi energi.
Ahmad menegaskan bahwa jurnalis harus memperjuangkan transisi energi yang adil agar dapat memengaruhi setiap proses pemberitaan. Kemudian ia mencontohkan deforestasi Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang meningkatkan suhu maksimum harian hampir satu derajat Celsius dalam 16 tahun terakhir.
“Kenaikan suhu ini berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian dini populasi hingga 8 persen,” sebutnya.
Ia memaparkan berbagai dampak tersembunyi dari batu bara, seperti deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, pencemaran air, polusi udara, kerusakan tanah, dan erosi. Ahmad juga menyampaikan bahwa Indonesia sebagai penyumbang emisi global termasuk negara yang rentan terdampak kenaikan suhu global hingga 2,7 derajat Celsius pada 2070.
Menurutnya, media perlu mengangkat pemberitaan mengenai transisi energi, termasuk skema Just Energy Transition Partnership (JETP) yang peluncurannya pada KTT G20 Bali tahun 2022. Meski begitu, data AJI Indonesia 2023 menunjukkan bahwa sebagian besar berita JETP masih berkutat pada isu investasi dan pendanaan, sementara isu seperti pensiun awal PLTU dan kebijakan iklim masih sangat minim.
Ia juga menyoroti dominasi narasumber pemerintah dan BUMN dalam pemberitaan JETP, sehingga jurnalis cenderung menyajikan berita seremonial daripada analisis kritis. Berdasarkan Studi LBH Pers 2022, liputan perubahan iklim juga masih berfokus pada isu high-level dan belum banyak mengangkat pengalaman warga terdampak.
Ahmad menegaskan bahwa jurnalis harus membedakan energi baru dan energi terbarukan, karena teknologi baru belum tentu menghasilkan energi berkelanjutan. Ia mengajak jurnalis mengungkap dampak sesungguhnya dari energi kotor agar masyarakat mendapat keadilan dan ekonomi berjalan berkelanjutan.
“Dengan mengetahui dampak riil pembangunan, kita bisa menilai apakah aktivitas pembangunan itu benar-benar menguntungkan atau justru merugikan dalam jangka panjang,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya pelatihan dan program fellowship agar jurnalis memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam meliput transisi energi.
PERAN STRATEGIS JURNALIS MENGAWAL MASA DEPAN ENERGI
Ketua AJI Balikpapan, Erik Alfian, menegaskan bahwa transisi energi menyangkut masa depan ekonomi, keadilan sosial, dan keberlangsungan hidup generasi mendatang. Ia menyebut bahwa jurnalis Kaltim harus memainkan peran strategis dalam mengawal narasi perubahan ini.
“Jurnalis harus memahami lanskap transisi energi secara komprehensif, dari konteks global seperti JETP hingga dampak lokal seperti deforestasi dan ketimpangan,” ujar Erik.
Ia menyatakan bahwa pelatihan seperti ini penting agar jurnalis tidak hanya mengandalkan pernyataan resmi, tetapi juga dapat menggali pengalaman warga terdampak dan menyingkap sisi tersembunyi kebijakan energi.
“Dengan pengetahuan dan keterampilan, kami berharap jurnalis Balikpapan dan sekitarnya dapat menghasilkan liputan yang informatif, kritis, dan mendorong akuntabilitas serta keberlanjutan dalam proses transisi energi,” tutup Erik. (*/bro2)