KPPU Selidiki Monopoli PT Pertamina Patra Niaga dalam Avtur
Anggota KPPU RI, Gopprera Panggabean. (Istimewa)

KPPU Selidiki Monopoli PT Pertamina Patra Niaga dalam Avtur

BERANDAPOST.COM, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Dugaan tersebut muncul akibat dampak negatif yang menghalangi pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam persaingan usaha penyediaan avtur di bandar udara.

Anggota KPPU Gopprera Panggabean mengatakan bahwa diduga hal ini dilakukan dengan menolak penawaran kerja sama dari pelaku usaha yang ingin memasuki pasar avtur, maupun dengan penjualan terbatas kepada afiliasi.

Keputusan untuk memulai penyelidikan, dengan register Nomor 21-89/DH/KPPU.LID.I/IX/2024, terkait Dugaan Pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Penerbangan (Avtur) di Indonesia Tahun 2024, ditetapkan dalam Rapat Komisi pada 18 September 2024.

“Untuk jelasnya, KPPU telah melakukan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran UU dalam penyediaan dan pendistribusian avtur di Indonesia selama beberapa bulan terakhir,” ujarnya melalui keterangan tertulis KPPU, Jumat (27/9/2024).

Ia menerangkan bahwa melalui penyelidikan awal tersebut, KPPU menemukan bukti awal dugaan pelanggaran Pasal 17 tentang praktik monopoli dan Pasal 19 huruf a dan atau d tentang penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan avtur di bandar udara.

Penyelidikan awal ini didasari fakta tingginya harga avtur di Indonesia, yang bahkan tertinggi di Asia Tenggara.

“Termasuk untuk harga avtur di Bandara Soekarno Hatta yang memiliki konsumsi terbesar untuk avtur di Indonesia,” ungkapnya.

Selain faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga bahwa monopoli dalam penyediaan avtur juga menjadi faktor tingginya harga avtur.

Saat ini, hanya terdapat empat pelaku usaha yang mengantongi izin niaga avtur di Indonesia, yaitu PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, dan PT Pertamina Patra Niaga.

Dari jumlah tersebut, hanya dua pelaku usaha yang telah beroperasi dalam penyediaan avtur di bandar udara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok ke 72 bandar udara komersial dan non-komersial.

HAMBAT PESAING MASUK PASAR AVTUR

Sementara itu, PT Dirgantara Petroindo Raya hanya memasok avtur pada dua bandar udara non-komersial.

Gopprera Panggabean menyebutkan bahwa berdasarkan data penjualan, pangsa pasar PT Pertamina Patra Niaga mencapai 99,97 persen, sehingga perusahaan ini memiliki posisi monopoli pada pasar avtur di Indonesia.

Ia menambahkan bahwa penyelidikan awal KPPU juga menemukan bentuk praktik monopoli dan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur, seperti perilaku eksklusif yang mencegah masuknya pesaing potensial dan penjualan yang hanya dilakukan kepada perusahaan terafiliasi.

KPPU menduga PT Pertamina dan PT Pertamina Patra Niaga telah menghambat pesaing PT Pertamina Patra Niaga untuk memasuki pasar avtur.

Berdasarkan Peraturan BPH Migas Nomor 13/P/BPH Migas/IV/2008, penyediaan dan pendistribusian avtur seharusnya terbuka di setiap bandar udara bagi seluruh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan.

Bahkan, jika pelaku usaha tidak memiliki fasilitas penyimpanan dan penunjangnya, pelaku usaha dapat melakukan co-mingle atau bekerja sama untuk tanki penyimpanan bersama melalui prinsip borrow and loan, vendor and consignment, atau sale and purchase yang umum dalam dunia penerbangan.

“Berdasarkan fakta dan alat bukti permulaan, KPPU memutuskan untuk meningkatkan status penyelidikan awal ke tahapan penyelidikan, dan akan menjadwalkan pemanggilan beberapa pihak terkait untuk dimintai keterangan, seperti Menteri ESDM RI, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, serta berbagai pihak terkait lainnya,” pungkasnya. (*/bro3)