BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Polemik hukum antara Irma Suryani dan pasangan suami istri (pasutri) Hasanuddin Mas’ud serta Nurfadiah masih bergulir. Irma kini berstatus sebagai terlapor atas dugaan pemerasan dan pencemaran nama baik, setelah sebelumnya yang bersangkutan membuat laporan ke Polda Kaltim atas kasus cek kosong senilai Rp2,7 miliar.
Irma bersama kuasa hukumnya pun mengikuti gelar perkara oleh Polda Kaltim, Senin (9/12/2024).
“Selanjutnya akan masuk ke tahap berikutnya tanpa kehadiran kita lagi, karena posisi kita terlapor dari pelapor (Hasanuddin dan Nurfadiah) sudah selesai,” ungkap Jumintar Napitupulu, kuasa hukum Irma Suryani.
Sebelumnya, Irma melaporkan Hasanuddin dan Nurfadiah atas dugaan cek kosong yang diserahkan pada 2016. Namun, Hasanuddin melaporkan balik Irma atas tuduhan pemerasan.
“Kami sudah memenuhi panggilan penyidik untuk menghadiri gelar perkara sebagai terlapor,” ujarnya.
TUDUHAN TIDAK TERBUKTI, HANYA ASUMSI
Jumintar menegaskan bahwa tuduhan pelapor terhadap kliennya tidak terbukti. Menurutnya, pelapor menduga kliennya melanggar Pasal 368 dan 369 KUHP, tetapi unsur-unsur sebagai syarat dalam pasal tersebut tidak terpenuhi.
Ia menjelaskan bahwa segala sesuatu yang pelapor klaim sebagai barang bukti, seperti cek kosong yang diserahkan pada 2016 dan BPKB pada 2018, berada dalam penguasaan kliennya. “Semua itu pelapor (Nurfaidah) serahkan sebagai bentuk jaminan,” lanjutnya.
Kuasa hukum Irma lainnya, Doan Napitupulu, juga menanggapi tuduhan pelapor yang ia anggap tidak berdasar. Menurut Doan, bukti yang pelapor sampaikan hanya berupa asumsi belaka.
“Kami meminta bukti, namun yang diberikan hanya keterangan saksi dari sekuriti perumahan, yang tidak relevan,” tegas Doan.
“Jika sekuriti sudah mengetahui kejadian tersebut, mengapa baru dilaporkan pada 2020?” imbuhnya seraya mempertanyakan.
Doan juga menilai bahwa laporan pelapor sudah kedaluwarsa. Pasalnya, laporan pelapor sudah cukup lama, sementara klaim cek kosong dan kehilangan barang terjadi pada 2016 dan 2018.
“Kami menilai laporan ini hanya upaya pelapor untuk menghindari utang yang seharusnya pelapor bayar kepada klien kami,” tambahnya.
Terkait dengan tuduhan pemalsuan tanda tangan pada cek, Doan mengungkapkan bahwa hasil dari Bank Indonesia menunjukkan tanda tangan yang tertera pada cek adalah asli.
“Tanda tangan yang tertera pada cek adalah tanda tangan asli milik Nurfadiah, sesuai dengan yang tercatat pada Bank Indonesia,” jelas Doan.
“Jika ada yang menyebutnya palsu, maka yang memalsukan adalah Nurfadiah sendiri,” sambungnya menegaskan.
BERMULA DARI BISNIS SOLAR
Polemik hukum antara Irma Suryani dan pasangan tersebut berawal dari kerja sama bisnis BBM Solar. Dugaannya, pasangan ini menerima sokongan dana sebesar Rp2,7 miliar dari Irma dengan kesepakatan membagi keuntungan sebesar 40 persen. Namun, hingga 2016, dana yang dijanjikan tak kunjung Irma terima.
Sebagai tanggung jawab, Nurfadiah memberikan cek kepada Irma. Namun, Irma mengklaim cek tersebut sebagai cek kosong atau “bodong”, sehingga ia melaporkannya ke Polres Samarinda. Meski demikian, laporan tersebut dihentikan dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada Desember 2021.
Doan menyoroti adanya keberpihakan dalam proses hukum yang kliennya hadapi. Ia menyayangkan rekomendasi dari Karwasidik Mabes Polri yang menyarankan agar status Irma ditingkatkan menjadi tersangka tanpa melalui rangkaian penyelidikan dan penyidikan yang benar.
“Kasus klien kami dihentikan pada Desember 2021, padahal cek kosong yang diserahkan terjadi pada 2016. Tiba-tiba, pada 2020, klien kami dilaporkan,” bebernya.
Doan menegaskan bahwa langkah selanjutnya adalah menunggu hasil gelar perkara khusus. “Kami juga akan menindaklanjuti laporan terbaru kami terkait dugaan pemalsuan cek yang dilakukan oleh Nurfadiah dan Hasanuddin Mas’ud,” tegasnya. (bro2)