ASN PPU Diimbau Jaga Netralitas Selama Pilkada 2024
Asisten III Setkab PPU Ainie. (BerandaPost.com)

ASN PPU Diimbau Jaga Netralitas Selama Pilkada 2024

BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Ainie, mengimbau Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga komitmen netralitas selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.

Menurut Ainie, penting bagi ASN untuk menjaga sikap dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada salah satu dari empat bakal pasangan calon (Paslon) yang akan berkontestasi dalam pemilihan kepala daerah, bupati, dan wakil bupati Kabupaten PPU.

“Kawan-kawan ASN kami imbau supaya pahami dan cermati betul kalau menerima undangan, dalam rangka apa,” ujar Ainie saat ditemui di sela-sela Pawai Budaya Puncak Acara Festival Harmoni Budaya Nusantara (FHBN) Tahun 2024, yang dilaksanakan di Taman Penyembolun, Alun-Alun Kantor Bupati PPU, Jumat (6/9/2024).

Menurutnya, bila seorang ASN berada pada suatu tempat di masa Pilkada seperti saat ini, maka akan memunculkan berbagai respons dan asumsi masyarakat.

Sehingga, setiap ASN perlu bijaksana agar tidak diidentikkan dengan salah satu kandidat kepala daerah PPU masa depan.

“Kita PNS saat ini jika mengacungkan jari saja sudah bisa dianggap berpihak kepada salah satu bakal paslon. Ini yang kita hindari,” ungkapnya.

Ia turut menyampaikan kepada jajaran kesekretariatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU agar mematuhi Surat Edaran (SE) Pj Bupati PPU Makmur Marbun, Nomor 10/TAHUN/2024 terkait Netralitas ASN yang diterbitkan sejak 30 Agustus 2024.

“Jadi berhati-hati, jangan sampai terjebak dalam politik praktis,” terangnya.

Ia mencontohkan, kadang ada kasus ASN yang memiliki ikatan keluarga atau bertetangga dengan salah satu bakal Paslon. “Pandai-pandai menempatkan diri. Saya imbau agar SE ini jangan menjadi tafsiran yang negatif,” katanya.

BEDAKAN SIMBOL BUDAYA DAN POLITIK

Dalam kesempatan itu, Ainie menegaskan perbedaan simbol-simbol kebudayaan dan politik, khususnya dalam konteks kegiatan FHBN 2024 di PPU.

Ia mencontohkan, warna pakaian adat khas suku tertentu tidak bisa dianggap sama dengan simbol-simbol politik.

“Kalau kaitannya dengan baju adat memang tidak bisa dihindari. Contoh kawan-kawan ASN yang mengenakan baju adat Paser ada nuansa kuning, namun dalam suasana harmoni kebudayaan Nusantara,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, dan agama yang bersatu dalam ikatan Bhineka Tunggal Ika.

Maka sudah seharusnya masyarakat menghormati dan menghargai keberagaman serta kekayaan intelektual masing-masing kebudayaan yang ditunjukkan melalui corak dan warna-warni pakaian adat.

“Kecuali ada atribut tertentu, misalnya menyebut nama, baik nama paslon atau nama partai tertentu. Tapi kalau hanya mengenakan baju adat dengan warna-warna tertentu, itu tidak ada masalah,” pungkasnya. (adv/bro3)