BERANDAPOST.COM, PENAJAM – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mencatat lebih dari 30 Tempat Hiburan Malam (THM). Maraknya THM mencerminkan perubahan sosial ekonomi masyarakat, yang seiring dengan perkembangan daerah akibat kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN).
Kepala Bapenda PPU, Hadi Saputro, menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU melihat jenis usaha THM sebagai potensi untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, memerlukan pendataan untuk memastikan izin usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kadang ada rumah sewa menjadi THM,” ujarnya, Jumat (24/1/2025).
Bapenda bersama instansi terkait seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Inspektorat, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) melakukan pendekatan untuk menangani hal ini.
Hadi menegaskan bahwa tujuan pendataan adalah untuk menggali potensi pajak dan retribusi dari usaha THM.
“Kami hanya mendata dan menghimpun informasi. Setelah itu, pengusaha dapat mengajukan pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD),” jelasnya.
Pendataan sementara menunjukkan bahwa lebih dari 30 THM beroperasi. Namun sebagian besar belum memiliki izin resmi. Sehingga ia mengimbau agar pelaku usaha THM segera mengurus perizinan.
Pasalnya, usaha tempat hiburan harus sesuai regulasi Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten PPU Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pajak Hiburan. Perda ini mengatur usaha hiburan seperti karaoke, hall, dan live music.
“Masalahnya THM dan peredaran minuman Keras (miras) sulit terpisahkan. Namun, PPU belum memiliki dasar hukum yang mengatur peredaran miras,” ungkapnya.
Hadi menyarankan agar pemerintah membuat perda yang mengatur peredaran miras secara terbatas, misalnya hanya untuk hotel berbintang tiga. Ia juga menyebut bahwa peredaran miras selama ini menjadi tanggung jawab kepolisian.
“Jadi, temuan miras dalam kegiatan pendataan beberapa waktu lalu telah disita,” katanya.
BUTUH REGULASI MIRAS
Menurut Hadi, perkembangan ekonomi PPU, terutama dengan kehadiran IKN, membawa peluang baru pada sektor hiburan. Namun, pemerintah harus bijak menyikapi pertumbuhan ini dengan membuat regulasi yang tepat, selain juga pengawasan yang ketat.
“Miras adalah hal yang sensitif, terutama pada wilayah dengan latar belakang religius seperti PPU. Ulama pasti bertentangan dengan peredaran miras. Jadi. semua harus melalui pembicaraan yang baik, karena meskipun terlarang, faktanya miras tetap beredar,” pungkasnya. (bro3)