BERANDAPOST.COM, SAMARINDA – Kaltim Fair ke-15 resmi telah berlangsung dari 16 hingga 20 April 2025 dalam Atrium Big Mall Samarinda. Ajang tahunan ini menjadi wadah promosi potensi daerah dari berbagai sektor, termasuk instansi pemerintahan, perusahaan swasta, otomotif, hingga perbankan.
Sebanyak 22 peserta dari kabupaten/kota se-Kalimantan Timur mengisi 33 stan pameran. Salah satu yang menyedot perhatian pengunjung adalah Stan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Kutai Barat.
Dekranasda Kutai Barat menghadirkan beragam kerajinan khas daerah seperti Sulam Tumpar, Tenun Ulap Doyo, dan anyaman rotan, yang merupakan bagian dari warisan budaya masyarakat Dayak.
Baca juga: Pemerintah Dorong Inklusi Keuangan untuk Petani Milenial
Ketua Dekranasda Kutai Barat, Maria Christina Mozes Edwin, juga menyampaikan antusiasmenya dalam mengikuti ajang ini.
“Sangat bagus dan penuh inovasi. Kegiatan seperti ini memberi kesempatan bagi kami dari daerah untuk menunjukkan potensi Kabupaten Kutai Barat yang kami miliki,” ungkapnya.
HADIRKAN DEMO PEMBUATAN LAMPIR
Yang membedakan Stan Kutai Barat adalah pengunjung dapat langsung menyaksikan proses pembuatan kerajinan. Dekranasda Kutai Barat menghadirkan demo pembuatan lampir (hiasan rotan khas Dayak) serta alat untuk membuat doyok, berupa kain tradisional yang digunakan dalam berbagai busana adat.
“Kami membawa langsung alat-alat dan bahan untuk memperlihatkan prosesnya secara langsung. Ini juga menjadi edukasi sekaligus promosi yang efektif untuk menarik perhatian pengunjung,” tambah Maria Christina.
Baca juga: Gua Binuang, Wisata Alam Eksotis dengan Sejarah Kuno
Ia berharap Kaltim Fair terus berlanjut untuk tahun-tahun mendatang, karena peranannya sangat besar dalam membuka ruang bagi para pelaku UMKM untuk berekspresi dan memperluas pasar.
“Kegiatan seperti ini sangat membantu kami dalam mengeksplorasi dan memasarkan produk unggulan Kutai Barat,” pungkasnya.
Partisipasi Dekranasda Kutai Barat menegaskan komitmen kuat dalam melestarikan budaya serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berbasis kearifan tradisional. (*/bro2)