BERANDAPOST.COM, BALIKPAPAN – Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Balikpapan mencatat inflasi sebesar 0,03 persen pada Oktober 2025. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, inflasi tahun kalender Januari-Oktober mencapai 1,37 persen, sementara inflasi tahunan sebesar 1,81 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Robi Ariadi, menyebutkan inflasi Balikpapan masih lebih rendah daripada nasional yang mencapai 2,86 persen dan empat kota Kalimantan Timur sebesar 1,94 persen.
“Angka ini masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional, yaitu 2,5 persen plus minus satu persen,” ujarnya.
Robi menjelaskan, penyumbang inflasi terbesar berasal dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, dengan andil 0,26 persen. Lima komoditas utama penyumbang inflasi adalah emas perhiasan, air kemasan, semangka, kangkung, dan jeruk.
Kenaikan harga emas karena permintaan tinggi serta tren kenaikan harga emas dunia. Air kemasan naik karena distributor menaikkan harga akibat biaya operasional meningkat.
“Antrian solar membuat distribusi terganggu dan biaya naik,” jelasnya.
Sementara harga semangka dan kangkung naik akibat pasokan berkurang karena hujan tinggi. Harga jeruk juga meningkat karena pasokan lokal dan impor terbatas.
Pada sisi lain, Balikpapan mengalami deflasi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,16 persen. Komoditas penyumbang deflasi tertinggi adalah bawang merah, ikan layang, angkutan udara, kacang panjang, dan baju muslim anak.
Harga bawang merah dan tomat turun karena pasokan meningkat dari daerah panen seperti Sulawesi dan Jawa. Tarif penerbangan juga menurun karena permintaan turun pada periode low season.
PPU MALAH DEFLASI
Berbeda dengan Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengalami deflasi sebesar 0,48 persen pada Oktober 2025. Inflasi tahunan PPU tercatat 2,47 persen atau masih bawah angka nasional.
Komoditas yang menekan harga untuk PPU antara lain ikan tongkol, ikan layang, tomat, cabai rawit, dan bawang merah. Deflasi terjadi karena hasil tangkapan laut meningkat dan panen hortikultura melimpah dalam daerah sentra.
Sementara penyumbang inflasi adalah nasi dengan lauk, emas perhiasan, daging ayam ras, dan rokok. Harga lauk naik karena bahan baku mahal, sedangkan emas mengikuti tren global.
Bank Indonesia memantau sejumlah risiko inflasi ke depan, termasuk dampak musim hujan pada sentra produksi dan peningkatan permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru.
Robi menegaskan, BI bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan memperkuat pengendalian harga melalui sidak pasar, operasi pangan murah, kerja sama antar daerah, dan pemanfaatan lahan pekarangan.
“Sinergi terus kami dorong agar inflasi tetap terkendali dalam rentang target nasional,” pungkasnya. (bro2)


